Ketua KWI Ajak Peserta SAGKI 2025 Wujudkan Hasil Sidang dalam Kehidupan Nyata

JAKARTA – Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) yang juga Uskup Keuskupan Bandung Monsinyur Antonius Bunjamin Subianto, OSC, menegaskan bahwa hasil Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) 2025 tidak boleh berhenti sebagai dokumen, melainkan harus dihidupi dalam tindakan nyata oleh seluruh umat.

Dalam homili penutupan SAGKI yang berlangsung di Jakarta pada 3–7 November 2025, Mgr. Anton mengajak para peserta untuk berjalan bersama Roh Kudus dan menjadikan keprihatinan Gereja serta bangsa sebagai komitmen nyata dalam pelayanan. “Kita tidak bisa hanya mengusulkan kepada orang lain. Kitalah yang harus mengatasi,” tegasnya.

Ia menekankan, semangat sinodalitas harus terwujud dalam cara Gereja berbicara, bekerja, dan berjalan bersama sebagai satu tubuh Kristus. Dari refleksi itu, setiap peserta diutus kembali ke komunitas masing-masing sebagai “duta harapan” — pembawa sukacita, keadilan, dan pertobatan di tengah masyarakat. “Menjadi duta kemanusiaan saat melihat kejahatan manusia, duta ekologis ketika lingkungan rusak, duta keadilan dalam pelanggaran hak asasi manusia, dan duta sosial ekonomi di tengah kemiskinan,” ujar Mgr. Anton.

Ia menambahkan, perutusan ini juga mencakup bidang pendidikan, kemasyarakatan, pewartaan iman, serta pembaruan hidup Gereja. Semua diarahkan pada gerakan pertobatan nasional, agar Gereja sungguh menjadi tanda kasih Allah bagi dunia.

Mgr. Anton juga menyoroti pentingnya “bahasa iman” — cara Gereja berbicara dan bertindak dengan pengharapan, bukan dengan frustrasi atau keluhan. Ia mencontohkan, “Satu tindakan bisa bermakna berbeda tergantung bahasanya. Ada yang menjual bunga, memberi bunga karena cinta, atau membawa bunga sebagai berkat. Bahasa iman adalah bahasa yang menghidupkan.”

Ia menegaskan, hasil-hasil SAGKI perlu diterjemahkan dan dihidupi oleh umat di paroki dan komunitas, bukan hanya oleh hierarki Gereja. “Tanggung jawab sesudah SAGKI ada di tangan kita semua, murid Kristus yang telah mengalami perjumpaan rohani ini,” ujarnya.

Dalam penutupannya, Mgr. Anton menggunakan metafora yang menggugah: banyak “pohon-pohon yang terluka” — melambangkan kemanusiaan yang retak, lingkungan yang rusak, dan keadilan yang diabaikan. Umat Katolik dipanggil untuk datang menyembuhkan luka-luka itu dengan kasih dan harapan. “Kita diutus menjadi penabur harapan, membangun jembatan, dan menumbuhkan budaya perjumpaan. Jadilah 100% Katolik dan 100% Indonesia,” pesan Mgr. Anton.

Pesan itu menjadi penegasan arah pastoral Gereja Indonesia pasca-SAGKI 2025: Gereja yang sinodal, misioner, dan membawa damai, dengan umat yang hidup sebagai saksi kasih dan pembawa harapan di tengah bangsa.

**Abdi Susanto

Mantan Jesuit, Pendiri Sesawi.Net, Jurnalis Senior dan Anggota Badan Pengurus Komsos KWI

Foto: Tim Pubdok SAGKI 2025

Direpost ulang dari: https://www.mirifica.net

Leave a Reply

Your email address will not be published.