Renungan Minggu, 9 November 2025

Pesta Pemberkatan Gereja Basilika Lateran

Yeh. 47:1-2.8-9,12; Mzm. 46:2-3,5-6,8-9; 1Kor. 3:9c-11,16-17; Yoh. 2:13-22; BcO 1Ptr. 2:1-17 atau Why. 21:9-27; (P)

Katedra Basilika Santo Yohanes Lateran.

Bait Allah yang Hidup

Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,
hari ini Gereja merayakan Pesta Pemberkatan Basilika Lateran, yang dikenal sebagai gereja induk seluruh gereja Katolik di dunia. Namun, perayaan ini bukan sekadar mengenang bangunan megah dari batu dan marmer yang indah, melainkan mengingatkan kita bahwa kita sendirilah Bait Allah yang hidup, tempat di mana Allah berdiam di dalam diri setiap orang yang percaya.

Ada tiga hal yang dapat kita renungkan bersama dalam perayaan ini.

Pertama, Air Kehidupan yang mengalir dari Bait Allah.
Dalam bacaan pertama, Nabi Yehezkiel melihat air yang mengalir keluar dari Bait Allah, dan ke mana pun air itu mengalir, segala sesuatu menjadi hidup. Air itu melambangkan rahmat Allah yang menghidupkan dan memperbarui. Ketika kita membuka hati dan membiarkan rahmat Tuhan mengalir di dalam diri kita, hidup kita pun berubah: dari kering menjadi subur, dari hampa menjadi penuh sukacita.
Sebagai frater, saya pernah mengalami masa-masa di mana doa terasa kering, studi terasa berat, dan pelayanan seolah tidak membuahkan hasil. Namun, justru di saat seperti itu, ketika saya kembali ke hadapan Tuhan dalam keheningan doa, saya merasakan “air hidup” itu — damai yang menyejukkan dan semangat baru yang mengalir dari dalam. Saya sadar, Tuhan sedang memperbarui bait-Nya dalam diri saya.

Kedua, Kita adalah Bangunan Allah.
Santo Paulus berkata: “Kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah… kamu adalah bait Allah, dan Roh Allah diam di dalam kamu.” Betapa agung martabat kita sebagai tempat kediaman Allah! Tuhan tidak hanya hadir di tabernakel atau di altar, tetapi juga di dalam hati setiap orang yang percaya kepada-Nya.
Namun, Paulus juga memberi peringatan: “Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia.” Artinya, kita dipanggil untuk menjaga kesucian hati, pikiran, dan tindakan kita. Jangan biarkan amarah, iri hati, kebohongan, atau kesombongan merusak kehadiran Allah dalam diri kita.
Saya teringat ketika kami para frater membersihkan gereja Seminari St. Petrus. Seorang teman berkata sambil tersenyum, “Capek sih, tapi senang juga karena kita sedang membersihkan rumah Tuhan.” Saat itu saya berpikir, kalau kita begitu tekun membersihkan kapel dari debu dan sarang laba-laba, seharusnya kita juga rajin membersihkan hati dari dosa dan egoisme. Gereja bisa kita bersihkan dengan sapu lidi, tetapi hati hanya bisa dibersihkan dengan tobat dan kasih.

Ketiga, Yesus Membersihkan Bait Allah.
Dalam Injil, Yesus marah ketika melihat Bait Allah dijadikan tempat berjualan. Ia menumpahkan uang dan mengusir para pedagang sambil berkata, “Jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan.” Tindakan Yesus bukan sekadar menentang perdagangan, tetapi menyingkapkan keinginan Allah untuk membersihkan hati manusia dari keserakahan dan kepalsuan.
Yesus berbicara tentang Bait Allah yang sejati — tubuh-Nya sendiri. Dan karena kita bersatu dengan Kristus, kita pun menjadi Bait Allah yang hidup. Sebagai seorang frater, saya sering merasakan bahwa Yesus pun membersihkan “bait”-Nya dalam diri saya, kadang melalui hal-hal yang tidak nyaman — seperti teguran pembimbing atau koreksi dari teman. Meski awalnya terasa menyakitkan, belakangan saya sadar: Tuhan sedang menyucikan hati saya agar menjadi tempat yang layak bagi-Nya.

Saudara-saudari terkasih, perayaan hari ini mengingatkan kita bahwa Tuhan tidak hanya bersemayam di gereja yang megah, tetapi terutama dalam hati yang terbuka bagi kasih-Nya. Marilah kita biarkan Tuhan terus memperbarui dan menyucikan “bait”-Nya dalam diri kita, agar hidup kita menjadi sumber air kehidupan bagi sesama.

Selamat Hari Minggu. Semoga Tuhan Yesus memberkati dan menjadikan hati kita senantiasa layak menjadi rumah bagi-Nya.

Fr. Danis Cahya-Tingkat 5

Foto: Pinterest

Leave a Reply

Your email address will not be published.