PW St. Leo Agung, Paus
Keb. 1:1-7; Mzm. 139:1-3,4-6,7-8,9-10; Luk. 17:1-6; BcO Yeh. 5:1-17; (P)

Jangan Menjadi Batu Sandungan
Saudara-saudari terkasih, hari ini Gereja memperingati Santo Leo Agung, Paus dan Pujangga Gereja. Ia adalah seorang gembala yang perkasa dalam membela iman dan memimpin Gereja di masa-masa sulit. Semangat kepemimpinan dan keteguhan imannya mengingatkan kita pada panggilan untuk hidup dalam kekudusan dan kebenaran.
Bacaan Injil hari ini menawarkan kita akan dua ajaran Yesus yaitu, jangan menjadi batu sandungan dan pengampunan tanpa batas. Yesus memulai dengan peringatan keras dengan berkata: “Celakalah orang yang mendatangkan penyesatan (batu sandungan)”. Apa yang dimaksud dari batu sandungan, yaitu segala perkataan, perbuatan, atau sikap kita yang menyebabkan orang lain jatuh ke dalam dosa bahkan kehilangan kepercayaan pada Tuhan. Yesus menegaskan bahwa lebih baik seseorang diikatkan batu kilangan di lehernya dan dilemparkan ke laut daripada menyebabkan orang lain tersandung. Ini menunjukkan betapa seriusnya dosa yang merusak iman sesama. Kita dipanggil untuk menjaga hidup kita dari kemunafikan, kebohongan atau kurangnya kasih yang dapat merusak iman orang lain.
Sejenak kita dapat melihat batu sandungan yang terwujud dalam hal yang tampak sederhana di sekitar kita, misalnya ketika ada teman ingin belajar, kita berkata: udahlah hanya gitu aja harus belajar; atau ketika ada teman hendak bekerja, kita ada yang berkata: udahlah besok juga ada yang kerjain itu. Inilah contoh batu sandungan yang dimaksud Yesus dalam Injil hari ini. Ketika kita menghalangi sesama yang hendak melakukan hal baik berarti kita telah menjadi batu sandungan bagi sesama.
Setelah memperingatkan tentang batu sandungan, Yesus memberikan perintah yang menantang kita, yakni pengampunan. “Jikalau saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia, dan jikalau ia menyesal, ampunilah dia. Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadapmu tujuh kali sehari, engkau harus mengampuni dia”. Yesus mengajak kita untuk mengampuni sesama kita tidak hanya tujuh kali melainkan kita harus mengampuni sesama kita tanpa ada batas dan takaran sendiri. Setiap kali kita mendaraskan doa Bapa Kami, kita mengingat kembali belas kasih dan pengampunan Allah yang tanpa batas. Mengampuni bukanlah perasaan, tetapi keputusan rohani untuk melepaskan diri dari keinginan untuk menyimpan atau membalas dendam dan menolak kepahitan.
Saudara-saudari yang terkasih, jangan jadikan diri kita batu sandungan bagi orang lain, karena ini akan membawa kita pada lubang penderitaan. Kita juga harus mengampuni sesama kita yang berbuat salah, walaupun tindakan mengampuni tak selalu mudah bagi kita, tetapi percayalah bahwa ketika kita mengampuni sesama kita, kita akan memperoleh kehidupan yang damai dan membahagiakan.
Semoga teladan Santo Leo Agung yang kita kenangkan hari ini juga meneguhkan iman kita untuk semakin setia dalam mengikuti Kristus sebagai Gembala Agung. Semoga Tuhan memberkati kita semua.
**Fr. Romualdus Dwi Saputra – Tingkat II
Foto: Pinterest
