“Hanya pada Tuhan saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku,” kata pemazmur (Mazmur 62:5). Namun banyak orang menganggap dirinya yang paling baik. Padahal manusia adalah makhluk yang terbatas yang punya kelebihan dan kekurangan.
Siang itu cuaca sangat panas. Seorang anak kecil masuk ke dalam toko es krim. Anak itu melihat-lihat es krim yang tersedia. Lalu ia bertanya kepada penjaga toko, “Pak, berapa harga semangkuk es krim sundae?”

Penjaga toko menjawab, “Semangkuk es krim sundae harganya 50 sen (dollar).”
Anak kecil itu lalu merogoh sakunya dan menghitung uangnya. Si penjaga toko mulai tidak sabar.
Anak itu bertanya lagi ketika menyadari uangnya tidak cukup, “Pak, berapa harga semangkuk es krim vanilla biasa?”
Penjaga toko itu menjawab dengan ketus, “35 sen…”
Anak kecil itu menjawab, “Baiklah, aku mau semangkuk es krim vanilla plain.”
Anak kecil itu lalu duduk di meja. Beberapa saat kemudian datanglah es krim vanilla biasa dengan tagihannya. Anak itu menghabiskan es krimnya, membayar tagihan di kasir, lalu pergi.
Saat membereskan meja anak kecil itu, si penjaga toko menemukan koin 15 sen yang ditinggalkan si anak kecil sebagai tips. Ia pun merasa bersalah telah bersikap kasar terhadap anak itu.
Jangan Salah Menilai
Sering terjadi keributan dalam hidup bersama karena orang salah menilai orang lain. Orang menilai dari pikirannya sendiri atau dari persepsinya tentang orang lain. Kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya. Orang yang dinilai buruk ternyata tidak seburuk yang dipikirkan. Bahkan orang yang dinilai itu sangat baik terhadap diri kita.
Kisah di atas memberi kita inspirasi untuk tidak cepat-cepat menilai orang lain. Penjaga toko itu begitu cepat menilai anak itu. Dia beranggapan bahwa anak itu tidak punya uang yang cukup untuk membeli eskrim sandae. Dia salah. Meski tidak terjadi keributan, tetapi penjaga toko itu meremehkan anak itu.
Kita hidup bersama orang lain, karena manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang selalu mau hidup bersama orang lain. Ketika orang menutup diri terhadap orang lain, orang akan menemukan kesendirian hidup. Orang seperti ini memikirkan segala sesuatu dari dirinya sendiri dan untuk dirinya sendiri. Orang seperti ini disebut sebagai orang yang egois, karena hidup bagi dirinya sendiri.
Dalam kehidupan bersama orang lain, kita mesti mempertimbangkan berbagai hal yang mendukung keharmonisan. Kita tidak bisa menyatakan bahwa kita orang yang terbaik. Mengapa? Karena kita adalah makhluk yang tidak sempurna. Ada begitu banyak kekurangan yang ada dalam diri kita. Kita butuh orang lain untuk menyempurnakan diri kita.
Mari kita terus-menerus berjuang untuk menjadi sempurna bersama orang-orang yang hidup di sekitar kita. Selalu semangat. Salam sehat. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales SCJ
