Merayakan Jerih Payah

Mgr. Yohanes Harun Yuwono, Uskup Agung Palembang,
membuka pintu utama Gereja Stasi Santo Yudas Tadeus, Serdang, Paroki Para Rasul Kudus Tegalsari.

Jumat (27/5) lalu, seluruh umat Paroki Para Rasul Kudus Tegalsari, secara khusus umat Stasi Santo Yudas Tadeus, Serdang, bersyukur merayakan pemberkatan Gerejanya. Pemberkatan Gereja stasi ini, dipimpin oleh Mgr. Yohanes Harun Yuwono, Uskup Agung Palembang, didampingi Romo Yohanes Suryo Widya Hening SCJ, Pastor  Kepala Paroki dan Romo Blasius Sukoto SCJ, Pastor Rekan.

“Gereja ini mulai dibangun sejak tahun 2018 dan syukur pada Tuhan pada tahun 2022 ini sudah diberkati,” tutur Sularto, ketua panitia pembangunan mewakili kegembiraan hati seluruh umat di Stasi ini.

Pemberkatan sebanding Pentahbisan; Pengudusan

“Perayaan pemberkatan Gereja, istilah rohaninya adalah pentahbisan, sebanding, sama dengan pentahbisan imam, dengan pentahbisan apapun, dengan pentahbisan Bait Allah, pengudusan,” kata Mgr Yohanes Harun Yuwono.

Bapak Uskup merefleksikan tema pemberkatan Merayakan Jerih Payah, sebagai gambaran bahwa umat berkehendak seperti para religius, para imam. “Umat di sini ingin seperti para religius, para imam, ingin merayakan Tri Prasetya: ketaatan, selibat, kemiskinan…, tidak jauh-jauh dari Tri Prasetya kaul, janji,” tandas Mgr. Harun.

Menurut Mgr Harun, dengan mengungkapkan Tri Prasetya, para imam dan religius mengingatkan pada diri  sendiri, akan tetap setia kepada Kristus  yang memanggil dan pada jalan panggilan itu, dengan tidak lupa daratan. Dengan merayakan tema Merayakan Jerih Payah, umat tetap setia pada Kristus, kendati mengalami kesulitan akan tetap setia.

Ut Omnes Unum Sint, Satu Tubuh, Tubuh Mistik Kristus

Menurut Bapak Uskup, gereja pertama-tama bukan gedung yang megah. Gereja pertama-tama adalah kita, pengikut Kristus yang baik dalam diri masing-masing maupun dalam kebersamaan dijadikan atau menjadi sebagai mempelai Kristus, Kristus Sang kepala, Kristus Pengantin. Gereja sebagai pribadi maupun masing-masing adalah mempelai-Nya.

“Ungkapan simbolis itu sebenarnya sudah diwahyukan sejak Kitab Kejadian, Adam ciptaan, manusia laki-laki itu, membutuhkan penolong yang sepadan, kemudian dilahirkanlah Hawa, diambil dari tulang rusuk Adam. Dengan itu dikatakan mereka bukan lagi dua melainkan satu. Warta itu bukan hanya cocok untuk dibacakan dalam pesta perkawinan, tetapi merupakan wahyu yang secara simbolis Allah akan mewahyukan yang jauh lebih besar, Kristus yang adalah Putera-Nya sendiri adalah Pengantin Gereja,” kata Mgr. Harun dalam homilinya.

Kita semua, kata Mgr Harun, dijadikan satu kesatuan tak terpisahkan dengan Dia sang Kepala dan kita Tubuh mistik-Nya. Kristus Pengantin, kita mempelai-Nya. Kristus Kepala, kita tubuh mistik-Nya. Dalam Gereja Katolik tidak ada perkawinan yang terceraikan bukan lagi dua melainkan satu. Ini juga bahasa simbolis yang akan dikenakan pada perkawinan rohani, Kristus dengan Gereja-Nya. Wahyu itu merupakan ungkapan kerahiman Allah, Allah yang maha baik, Allah yang menginginkan manusia itu bersamanya-Nya.

“Gereja ini dibangun dari peran serta banyak orang dan karena itu mesti dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mengembangkan iman, kegiatan kerohanian, Perayaaan Ekaristi, perayaan sakramen-sakramen,” pesan Mgr. Harun kepada umat.

Lambung yang Tertikam, Gereja Lahir

Gereja disimbolkan sebagai mempelai Kristus, juga kita tangkap dalam peristiwa di Kalvari, pada kematian kristus di atas Kalvari serdadu menombak lambung Yesus dan keluarlah air dan darah lambang sakramen-sakramen Gereja. Pada saat itulah Gereja lahir. Dari lambung Yesus, seperti Hawa diciptakan dari lambung Adam, dari rusuk Adam. Kesatuan yang tak terpisahkan antara Gereja dengan Kepalanya, antara Pengantin dengan mempelainya.

“Penebusan kita 100% tergaransi. Dengan lahirnya Gereja, maka lahirlah sakramen-sakramen. Hal tersebut mengatakan kepada umat manusia – melalui cara inilah engkau akan menjadi selamat, menjadi satu dengan diri-Nya, Kristus sang Penebus.

Gereja, Kenangan Perjamuan Malam Terakhir dan Ekaristi

Mgr Harun mengatakan bahwa Kristus menjadi satu dengan kita terungkap juga pada malam Kamis Putih. “Ketika Dia merayakan Perjamuan Terakhir, … Inilah Tubuh-Ku. Inilah Darah-Ku, Makan dan Minumlah. Kristus menyatu, merasuk, meresap, manjing dalam tubuh kita, mengalir dalam jiwa raga dalam sum-sum, dalam nadi dalam saraf-saraf kita, kehendak Allah ingin menyatukan diri dengan hidup bersama dengan manusia menjadikan manusia tak terpisahkan, menjadi bagian dalam diri-Nya,” tegas Mgr Harun dalam homilinya.

Dengan itu, puncak perayaan-perayaan Gerejani adalah Ekaristi. Kehendak Allah sendiri menginginkan Dia menyatukan diri dengan kita. “Marilah dengan penuh gairah menaggapi kerahiman Allah memperhatikan kita, bagian tak terpisahkan dari hidup kita bukan hanya dalam perayaan-perayaan Ekaristi dan sakramen-sakramen, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari,” Mgr. Harun menandaskan.

Selesai Perayaan Ekaristi dilanjutkan dengan acara seremonial, makan bersama, pentas seni, dan pada malam harinya pagelaran wayang kulit semalam suntuk yang dapat dinikmati oleh masyarakat sekitar. **

M. Apriyono

Leave a Reply

Your email address will not be published.