Kegiatan Workshop yang diadakan oleh Tim Bina Lanjut Forum Kerjasama Pemimpin Religius (FKPR) Provinsi Gerejawi Sumatera Bagian Selatan memasuki hari kedua pada Selasa (18/11/2025). Workshop dengan tema Mengasah Kecerdasan Hati dalam Arus Kecerdasan Buatan dalam terang Dokumen Dilexit Nos dan Antiqua et Nova yang diselenggarakan di Rumah Retret Giri Nugraha Km. 7 Palembang dan berlangsung selama 3 hari pada Senin-Kamis, 17-20 November 2025 ini diikuti oleh 30 peserta, terdiri dari imam diosesan dan biarawan-biarawati dari berbagai kongregasi.
Rangkaian kegiatan diawali dengan sharing kelompok yang dipandu oleh Romo Yustinus Eko Yuniarto SCJ. Ia mengajak peserta untuk berefleksi dan berbagi pengalaman dalam kelompok tentang bagaimana memakai Artificial Intelligence (AI) untuk melayani, tanpa kehilangan sentuhan manusiawi dan belas kasih sebagai religius.
Usai sesi sharing bersama dalam kelompok, kegiatan dilanjutkan dengan materi yang disajikan oleh Anggota Badan Pengurus Komisi Komunikasi Sosial KWI, Richardus Eko Indrajit.

Di awal presentasinya, Eko Indrajit menggugah peserta dengan pertanyaan tentang mana yang lebih hebat antara manusia dan mesin. Mayoritas peserta setuju dan sependapat bahwa manusia lebih hebat daripada mesin. “Mengapa manusia menciptakan dan menggunakan teknologi? Teknologi diciptakan bukan untuk menggantikan manusia, tetapi karena manusia memiliki keterbatasan. Maka, AI diciptakan sebagai teknologi untuk mengatasi keterbatasan manusia,” ungkapnya.
Eko pun mengajak peserta untuk semakin mengenali AI. Ia menerangkan bahwa AI adalah teknologi yang memungkinkan komputer atau mesin untuk melakukan tugas-tugas yang biasanya memerlukan kecerdasan manusia. Lebih lanjut, ia juga mengungkapkan bahwa AI mampu belajar dari pengalaman, mengenali pola, membuat keputusan, dan melakukan berbagai aktivitas yang dapat disesuaikan dengan situasi yang berbeda.

Menutup presentasinya, ia pun menegaskan bahwa gelombang dunia digital begitu berkembang dengan sangat kompleks, tetapi interpesonal, intrapesonal, naturalis, dan hati manusia tidak bisa digantikan oleh kecerdasan AI. Maka, seraya mengutip pesan Paus Fransiskus, menurutnya dalam menanggapi perkembangan teknologi di zaman ini sangat penting memiliki kebijaksanaan hati.
**Diakon Fransiskus Dedy Saputra SCJ (Kontributor Palembang)
Foto: Komsos KAPal dan PubDok Charitas
