Renungan Harian Sabtu, 22 November 2025

PW St. Sesilia, Perawan dan Martir

1Mak. 6:1-13; Mzm. 9:2-3,4,6,16b,19; Luk. 20:27-40; BcO Yeh. 34:1-6,11-16,25-31; (M)

Santa Sesilia pelindung musisi dan penyanyi.

Kehidupan yang Melampaui Kematian

Saudara-saudari terkasih, bacaan hari ini mengajak kita merenungkan dua hal yang sangat kontras, yaitu kematian seorang raja yang penuh penyesalan dan pengharapan akan kehidupan kekal yang dijanjikan Yesus. Raja Antiokhus, yang begitu berkuasa dan pernah menganggap dirinya setara dengan Allah, akhirnya harus mengakui kelemahannya di ranjang kematian.

Ia mengenang semua kejahatan yang dilakukannya, terutama terhadap umat beriman di Yerusalem. Betapa menyedihkan seorang yang begitu berkuasa harus menghadapi kematian dengan penyesalan mendalam, namun terlambat untuk memperbaiki segalanya. Kisah ini mengingatkan kita bahwa kuasa duniawi, kekayaan, dan kehormatan tidak ada artinya ketika kita berdiri di hadapan kematian.

Di sisi lain, Injil hari ini membawa kita pada perdebatan tentang kebangkitan. Orang-orang Saduki, yang tidak percaya pada kebangkitan, mencoba menjebak Yesus dengan pertanyaan yang mereka anggap cerdas tentang seorang perempuan yang menikah tujuh kali. Namun jawaban Yesus melampaui logika duniawi mereka. Yesus menjelaskan bahwa kehidupan setelah kebangkitan sama sekali berbeda dengan kehidupan di dunia ini. Mereka yang layak untuk bangkit “tidak dapat mati lagi” dan menjadi “sama seperti malaikat.” Yesus menegaskan bahwa Allah adalah “Allah orang hidup,” bukan Allah orang mati. Ini berarti hubungan kita dengan Allah tidak putus oleh kematian, justru berlanjut dalam dimensi yang lebih sempurna.

Hari ini kita juga mengenang Santa Sesilia, pelindung para musisi dan penyanyi. Sesilia adalah gadis muda yang hidup di abad ke-3, yang memilih untuk mengabdikan hidupnya kepada Kristus bahkan di tengah penganiayaan. Konon, dalam hari pernikahannya yang dipaksakan, ia terus bernyanyi dalam hatinya untuk Tuhan, menciptakan musik rohani yang melampaui kebisingan dunia. Ketika menghadapi kemartiran, ia tidak gentar karena percaya pada kehidupan kekal bersama Kristus. Sesilia membuktikan bahwa iman yang sejati membuat kita tidak takut pada kematian, karena kita tahu bahwa kematian hanyalah pintu menuju kehidupan baru yang lebih indah.

Akhirnya, mari sejenak kita bermenung dan bertanya diri, apakah kita hidup seperti Raja Antiokhus yang akhirnya menyesal, atau seperti Santa Sesilia yang penuh pengharapan? Apakah kita terlalu sibuk mengejar hal-hal duniawi sehingga lupa bahwa hidup ini sementara? Atau kita sudah hidup dengan kesadaran bahwa setiap tindakan kita di dunia ini mempersiapkan kita untuk kehidupan kekal? Mari kita hidup setiap hari dengan mengingat bahwa Allah kita adalah Allah orang hidup dan Ia memanggil kita untuk hidup penuh dalam kasih-Nya, baik sekarang maupun selama-lamanya. Semoga Tuhan memberkati kita semua.

**Fr. Clementio Novanta Simanullang – Tingkat 4

Foto: Pinterest

Leave a Reply

Your email address will not be published.