Tim Bina Lanjut FKPR Gelar Workshop: Mengambil Keputusan dengan Hati

Tim Bina Lanjut Forum Kerjasama Pemimpin Religius (FKPR) Provinsi Gerejawi Sumatera Bagian Selatan menggelar kegiatan workshop dengan tema Mengasah Kecerdasan Hati Dalam Arus Kecerdasan Buatan Dalam Terang Dokumen Dilexit Nos dan Antiqua et Nova di Rumah Retret Giri Nugraha Km. 7 Palembang. Kegiatan yang berlangsung selama 3 hari pada Senin-Kamis, 17-20 November 2025 ini diikuti oleh 30 peserta, terdiri dari para imam diosesan Keuskupan Agung Palembang dan biarawan-biarawati dari berbagai kongregasi, yaitu  FCh, HK, FSGM, KKS, CB, SCJ, O.Carm, SSCC, dan FIC. Rangkaian kegiatan ini secara resmi dibuka oleh Koordinator Tim Bina Lanjut FKPR, Sr. Winanda HK pada Senin (17/11/2025) petang.

Koordinator Tim Bina Lanjut FKPR, Sr. Winanda HK.

Dalam sambutannya, seraya mengucapakan terima kasih atas kehadiran para peserta, ia  juga mengungkapkan bahwa kegiatan workshop  merupakan salah satu program unggulan dari Tim Bina Lanjut FKPR. Ia pun menjelaskan latar belakang pemilihan tema tentang kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI). Menurutnya, dewasa ini perkembangan teknologi digital khususnya kecerdasan buatan membawa dampak yang besar bagi kehidupan manusia, termasuk para religius. Harapannya melalui tema ini peserta semakin memahami pentingnya kecerdasan hati ketika berselancar di dunia digital.

Hadir sebagai narasumber dalam kegiatan ini antara lain Anggota Badan Pengurus Komisi Komunikasi Sosial KWI, Richardus Eko Indrajit, Romo Antonius Purwono SCJ, dan Romo Stephanus Sigit Pranoto SCJ.

Rangkaian materi workshop dibuka oleh Romo Sigit Pranoto SCJ yang menyajikan materi berjudul Heartificial Intelligence: Kesaksian Kasih di Tengah Religius. Imam dehonian ini mengawali presentasinya dengan memberi pertanyaan pemantik kepada peserta, yaitu produk AI apa saja yang sudah pernah Anda gunakan? Ia menegaskan bahwa kehadiran AI bukan soal teknologi, tetapi AI adalah cermin yang memperlihatkan kita manusia.

Romo Stephanus Sigit Pranoto SCJ.

Imam yang berkarya sebagai dosen di Universitas Katolik Musi Charitas Palembang ini menggarisbawahi bahwa masalah terbesar bukan pada kemampuan AI yang semakin pintar, tetapi risiko manusia yang semakin pasif, reaktif, dan kehilangan kompas batin. Fenomena ini tentunya menjadi tantangan besar bagi kaum religius, maka Heartficial Intelligence sebagai jalan religius di era AI. Ia menegaskan bahwa hati kita tak akan tergantikan. “AI bisa membantu, tetapi tidak bisa menggantikan hati manusia,” pungkasnya.

**Diakon Fransiskus Dedy Saputra SCJ (Kontributor Palembang)

Foto: Komsos KAPal dan PubDok Charitas

Leave a Reply

Your email address will not be published.