Pesta Keluarga Kudus, Yesus, Maria, Yusuf
Sir. 3:2-6,12-14; Mzm. 128:1-2,3,4-5; Kol. 3:12-21; Mat. 2:13-15,19-23; BcO Ef. 5:21–6; (P)

Bukan Keluarga Sempurna, Tetapi Keluarga Penuh Iman
Saudara-saudari yang terkasih, hari ini kita merayakan Pesta Keluarga Kudus Nazareth. Penginjil Matius menggambarkan Keluarga Kudus Nazareth bukan sebagai keluarga yang selalu hidup dalam kemewahan dan ketenangan; bukan keluarga yang sempurna dan tanpa masalah. Sebaliknya, kita melihat mereka menghadapi kesulitan besar: Bayi Yesus lahir pada saat pemerintahan Raja Herodes yang merasa terancam dan mau membunuh-Nya. Akibatnya, mereka harus menjadi pengungsi, meninggalkan segalanya, dan mengungsi ke Mesir—sebuah negeri asing, demi keselamatan Bayi Yesus. Kelahiran Yesus yang sebenarnya merupakan kegembiraan bagi segenap orang justru dianggap sebagai bahaya besar oleh Herodes.
Dalam situasi demikian, Yusuf menunjukkan ketaatan luar biasa. Dua kali ia mendapat petunjuk dari malaikat dalam mimpi, dan dua kali pula ia segera bangkit dan bertindak. Ia tidak menunda, tidak protes, dan tidak berdebat dengan Tuhan tentang kesulitan perjalanan atau masa depan yang tidak pasti. Ia mengutamakan keselamatan dan kehendak Allah. Di sisi lain, Maria dan Yesus pasti mengalami ketidaknyamanan dan ketakutan. Namun, dalam situasi itu, mereka saling menguatkan, menjadikan kasih sebagai “rumah” mereka. Keluarga Kudus Nazareth selalu menempatkan rencana Allah di atas rencana pribadi mereka.
Saudara-saudari terkasih, di tengah hiruk pikuk dunia saat ini, barangkali kita merasakan bahwa hidup berkeluarga bukanlah perkara yang mudah. Berbagai tuntutan dan kesibukan seolah membuat kita tenggelam dalam urusan masing-masing. Kendati tinggal satu rumah, di bawah atap yang sama, tak jarang kita merasa jauh dengan anggota keluarga sendiri. Kita duduk bersama di meja makan, tetapi mata kita tertuju pada layar handphone masing-masing. Kehangatan meja makan dengan aneka kisah pengalaman kehidupan yang dibagikan saat makan bersama perlahan hilang. Dalam situasi tersebut, keluarga, yang kita sebut sebagai ecclesia domestica (gereja rumah tangga) menghadapi tantangan yang tidak mudah.
Saudara-saudari yang terkasih, kekudusan Keluarga Nazaret bukanlah karena mereka bebas dari masalah, tetapi karena mereka selalu melibatkan Allah dalam setiap kesulitan dan mengambil tindakan berdasarkan iman dan ketaatan, demi menjaga keutuhan dan keselamatan anggota keluarga. Pertanyaan untuk kita: bagaimana kita dapat kembali menjadikan keluarga kita sebagai “ruang kasih” yang hangat, tempat anggota keluarga bertumbuh dalam iman, ketaatan, dan kasih, di bawah perlindungan dan bimbingan Allah.
Marilah kita belajar dari Maria, Yesus, dan Yusuf, yang taat pada rencana Allah, tetapi juga menghidupi iman mereka dalam hal-hal kecil sebagaimana diamanatkan oleh Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Kolose: dengan saling menanggung beban, saling mengampuni, dan selalu menjadikan kasih sebagai fondasi utama dalam keluarga. Melalui perayaan hari ini, marilah kita bersama-sama berdoa dan berusaha agar keluarga kita menjadi cerminan Keluarga Kudus, yang setia dan taat di dalam kasih Allah. Semoga Tuhan senantiasa memberkati kita semua.
Fr. Felix Widicahyadi–Tingkat 6
Foto: Pinterest
