1Mak. 2:15-29; Mzm. 50:1-2,5-6,14-15; Luk. 19:41-44; BcO Yeh. 24:15-27; (H)

Apakah Aku Mau Berubah?
Saudara-saudari terkasih, saat saya menjadi frater di Tahun Orientasi Rohani, yaitu tahap awal pembinaan sebagai calon imam diosesan, romo pembimbing pernah menasihatkan demikian, “Jika hidupmu sudah tidak setia dengan perkara kecil, apalagi dengan perkara besar (bdk. Luk 19:17). Kata-kata itu menggetarkan jiwa saya, menjadi sebuah peringatan keras yang tidak boleh diabaikan. Pada kesempatan kali ini mari kita bertanya dalam hati, apakah aku sudah setia dalam perkara-perkara kecil? Ataukah aku justru mengabaikannya?
Saudara-saudari yang terkasih, dalam Injil hari ini dikisahkan bahwa Yesus menangis ketika melihat Yerusalem (Luk 19:41). Hal itu disebabkan karena adanya penderitaan yang besar sedang menimpah kota itu. Mengapa penderitaan yang begitu besar menimpa kota itu? Semua itu terjadi karena ego dan keras kepala mereka yang menolak untuk bertobat serta menolak menerima kasih sejati dari Tuhan. Akibatnya, mereka harus menanggung kehancuran dan penderitaan yang sangat dalam (bdk. Luk 19:42).
Bayangkan, bagaimana rasanya melihat sebuah kota yang dulunya penuh janji dan harapan, namun akhirnya hancur hanya karena ketidakpedulian dan penolakan terhadap kasih Allah. Yerusalem menjadi saksi bisu dari keras kepala manusia yang menutup hati terhadap peringatan dan panggilan-Nya. Ini adalah gambaran yang menyedihkan namun sangat relevan bagi kita hari ini. Saudara-saudari, mungkin kita sedang berjalan di jalur yang sama, apakah kita menunggu “kejadian besar” yang menyakitkan dulu baru mau berubah?
Yesus sendiri pernah meratapi Yerusalem dan menyampaikan nubuat yang mengguncang hati kata-Nya, “Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu, dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batupun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau” (Luk. 19:43-44).
Perkataan Yesus ini bukan hanya untuk Yerusalem pada masa itu, tetapi juga menjadi peringatan bagi kita semua hari ini. Ia ingin menyadarkan kita agar tidak mengeraskan hati, tidak dibekukan oleh ego dan kesombongan yang membuat rasa kepedulian kita mati. Jika hati kita terus tertutup, maka hidup kita akan menjadi berantakan. Maka dari itu, marilah kita mulai dari hal-hal kecil. Tegurlah diri sendiri setiap hari dengan bertanya sudahkah aku jujur? Sudahkah aku mengasihi? Sudahkah aku setia menjalani imanku, bahkan dalam perkara yang sederhana? Karena justru dari hal-hal kecil itulah kehancuran bisa masuk—tanpa kita sadari. Tuhan mengasihi kita dengan sangat, tetapi kasih-Nya juga menuntut tanggapan nyata, yaitu pertobatan dan perubahan hidup. Semoga Tuhan memberkati kita semua.
**Fr. Antonius Vianto Jefri Ansa R.G – Tingkat 1
Foto: Pinterest
