“Kita yakin dan percaya bahwa Allah sendirilah yang berkarya dalam setiap dinamika yang terjadi di antara kita selama beberapa hari di tempat ini. Kita juga bersyukur atas komitmen yang telah kita bangun bersama untuk semakin menjadikan diri kita pusat dari setiap tindakan, serta menjadikan hati kita sebagai sumber inspirasi dalam mewartakan kasih Tuhan kepada setiap orang yang kita jumpai.”
Demikian disampaikan oleh Romo Stephanus Sigit Pranoto SCJ dalam kotbahnya saat memimpin Perayaan Ekaristi Penutup workshop Bina Lanjut Forum Kerjasama Pemimpin Religius (FKPR) 2025 di Kapel Santo Mikael Rumah Retret Giri Nugraha (RRGN) Palembang pada Kamis (20/11/2025) siang. Perayaan ini diikuti oleh 30 peserta yang terdiri dari beberapa imam diosesan dari Keuskupan Agung Palembang serta berbagai utusan dari beberapa kongregasi: FCh, FSGM, HK, CB, FIC, O.Carm, SSCC, SCJ, dan KKS.

Workshop yang berlangsung sejak Senin hingga Kamis, 17-20 November 2025 ini mengusung tema Mengasah Kecerdasan Hati Dalam Arus Kecerdasan Buatan Dalam Terang Dokumen Dilexit Nos dan Antiqua et Nova. Sejumlah narasumber, hadir membantu peserta semakin mengenal dan mendalami AI, di antaranya Anggota Badan Pengurus Komisi Komunikasi Sosial KWI, Richardus Eko Indrajit, Romo Antonius Purwono SCJ, dan Romo Stephanus Sigit Pranoto SCJ. Perjumpaan ini sekaligus menjadi ruang refleksi bersama sembari melihat tantangan dan peluang bagi pelayanan serta perutusan.
Lebih lanjut, Romo Sigit juga menyoroti cepatnya perubahan dunia di era kecerdasan buatan atau Artificial Intelegent (AI) yang membawa kemudahan sekaligus kebingungan. Ia mengingatkan bahwa Yesus mengajak setiap orang menemukan damai sejati dengan menjaga kesetiaan hati, bukan mengejar kecerdasan dan kecepatan semata.

“AI dapat memproses data, tetapi hanya kasih yang menciptakan damai; AI memberi saran, tetapi hanya kebijaksanaan batin menjaga kita tetap manusia,” tegasnya.
Menjaga Kemanusiaan di Era AI
Koordinator Tim Bina Lanjut FKPR Provinsi Gerejawi Sumatera Bagian Selatan, Sr. Winanda HK, menjelaskan bahwa workshop ini digagas sebagai respons terhadap pesatnya perkembangan AI yang membawa peluang sekaligus ancaman dehumanisasi. Gereja melalui Dilexit Nos dan Antiqua et Nova menegaskan bahwa para religius dipanggil untuk tetap menjaga kedalaman rohani serta menjadi tanda profetis di tengah derasnya arus teknologi modern.
Sr. Winanda menambahkan bahwa workshop ini bertujuan membekali peserta agar memahami inti persoalan etika AI, menumbuhkan empati, dan memperkuat kepekaan spiritual. Para peserta diharapkan menjadi pendamping yang bijaksana bagi komunitas religius, membantu mengarahkan penggunaan teknologi tanpa kehilangan arah panggilan dan karisma.

AI Membantu, Hati Menentukan
Fr. Fransiskus Mujiono SCJ yang hadir sebagai peserta menilai bahwa workshop ini memberinya banyak wawasan baru dalam menggunakan AI secara bijaksana. Ia mengungkapkan bahwa AI bukan ancaman, tetapi sarana yang manfaatnya bergantung pada kebijaksanaan penggunanya. Ia berharap para religius semakin menonjolkan kecerdasan hati seperti empati, emosi, dan integritas diri, yang tidak dimiliki AI.
Hal senada disampaikan oleh Sr. M. Lidwina FSGM. Ia menuturkan bahwa materi workshop semakin meneguhkan dirinya untuk menggunakan AI dengan ugahari dan prioritas yang tepat. Ia berharap para biarawan-biarawati tidak membiarkan teknologi menggantikan kehangatan sentuhan kasih dalam pelayanan. Menurutnya, AI adalah alat, sementara hati manusia tetap menjadi pusat kualitas pelayanan.


(kanan) Fr. Fransiskus Mujiono SCJ
Komitmen Bersama
Setelah empat hari mengikuti rangkaian workshop, para peserta akhirnya merumuskan sebuah komitmen bersama sebagai buah refleksi, dialog, dan pendalaman materi yang dijalani sepanjang kegiatan. Rumusan yang menggambarkan semangat, kesadaran, dan arah gerak yang ingin mereka perjuangkan bersama itu berbunyi: Menggunakan AI secara bijak untuk mendukung karya dan pengembangan diri sesuai visi misi perutusan dan pelayanan dengan tetap menyadari identitas diri sebagai religius dalam semangat kerendahan hati dan menghormati martabat manusia.

**Fr. Bednadetus Aprilyanto
