Hari Raya Kenaikan Tuhan, Kamis (26/5), menjadi hari yang istimewa bagi 80-an Krismawan-krismawati di Paroki Para Rasul Kudus Tegalsari. Mereka menerima kepenuhan Sakramen Inisiasi dari tangan Mgr. Yohanes Harun Yuwono, Uskup Agung Keuskupan Agung Palembang, di Gereja Stasi St. Paulus, Catur Tunggal, OKI. Langit yang mendung tidak menyurutkan semangat mereka untuk menyambut gembala agung dan teristimewa Sakramen Krisma.

Kepenuhan Hidup Allah dalam Diri Yesus
Pada awal kotbahnya. Mgr. Harun, mengajak umat untuk menyadari bahwa kepenuhan hidup Allah sepenuhnya ada dalam diri Yesus. Bapa Uskup, mengutip dan menyandingkan warta injil Lukas hari itu dengan pembukaan Injil Yohanes, “Warta itu (Injil Lukas) sebetulnya sebanding dengan pembukaan Injil Yohanes. Pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama dengan Allah. Hanya Santo Yohanes menulis injilnya dari sudut pandang Allah, dari segi teologis. Sementara Injil Lukas melihat Yesus dari sudut pandang manusia”.
Warta itu sebanding, mau wewartakan hal yang sama, siapa Yesus Kristus. Dialah Putera Allah yang diutus untuk menebus manusia. Yesus melakukannya dengan penuh sukarela, bahkan harus sampai mati di salib pun dengan rela. Mgr Harun mengatakan, kasih-Nya sebanding dengan kasih Allah terhadap manusia. Allah menghendaki manusia selamat. Keselamatan – kehidupan kekal yang dikehendaki oleh Bapa itu dilaksanakan oleh Yesus Penebus.
“Agar manusia hidup bersama dengan Allah, maka Yesus menjadi Penebus, menjadi penghapus, menjadi silih. Manusia telah ditebus oleh Tubuh dan Darah-Nya. Dia menjadi silih atau pengganti dari dosa-dosa manusia, sehingga manusia menjadi layak hidup bersama dengan Allah, hidup di hadirat Allah,” tandas Mgr Harun.

Menjadi Saksi-saksi Kristus
Bapa Uskup mengajak para krismawan-krismawati untuk hidup sebagai saksi-saksi Kristus. “Kita harus menjadi saksi-saksi Kristus, seperti Kristus sendiri adalah saksi yang setia, saksi yang mewahyukan kerahiman Allah yang adalah Bapa, kamu harus menjadi saksi-saksiku,” tandas Bapa Uskup dalam kotbahnya.
Mgr Harun mengatakan, predikat diri-Nya yang adalah saksi yang setia diberikan kepada kita, agar kita pun bisa dan berani menjadi saksi-saksi diri-Nya. Sebagaimana Ia menjadi saksi Kerahiman Bapa. Ada banyak saksi, ada saksi bisu yang tahu, tetapi tidak mau berbicara, tidak mau mengatakan. Benda-benda purbakala juga adalah saksi bisu, orang harus menerjemahkan untuk menemukan kebenaran. Ada pula saksi palsu, dia tahu tapi mengatakan yang sebaliknya. Saksi palsu sering tidak ditanya, bahkan sudah mengatakan walaupun yang dikatakan sebalikya, menyampaikan berita bohong, hoax, dusta agar orang percaya yang sebaliknya dan bukan yang sebenarnya.
Ada saksi sejati, bercermin pada pribadi Yesus Kristus. Kristus dalam dirinya adalah jalan, kebenaran dan kehidupan bahkan kesaksinnya adalah kesaksian yang sebenarnya. “Dia mengatakan, mewartakan, mewahyukan apa yang dikehendaki oleh Bapa. Ia sehati seperasaan dengan Allah tidak menyimpang sedikit pun dari kehendak Allah. Dia hidup terbatas 3,5 tahun saja memberikan pewahyuaan siapa sebenarnya Allah,” tegas Mgr Harun Yuwono yang asal Lampung ini.
“Tuhan menjanjikan Roh-Nya untuk hadir, Roh yang keluar dari Bapa dan Putera. Bagi kita, saksi yang setia haruslah seperti yang dilakukan oleh Yesus. Hidup bukan untuk kepentingan diri sendiri, tetapi untuk kesejahteraan dan keselamatan sebanyak mungkin orang,” tambah Mgr Harun.

Dewasa dalam Iman, Sebanding Dewasa dalam Keluarga
Sakramen Krisma merupakan kelengkapan inisiasi dalam kekristenan. Melalui Sakramen Krisma, orang diangkat untuk dewasa dalam iman sebanding dengan dewasa dalam keluarga. Orang yang dewasa dalam keluarga tidak lagi diajar-ajari, tidak lagi dituntun oleh orangtuanya untuk berlaku begini atau begitu. Dewasa dalam keluarga bukan hanya tidak lagi parasit, mengandalkan terus orangtua, tetapi bahkan ikut bertanggungjawab pada keberlangsungan dan kehidupan rumah tangganya. Bukan sekedar soal membantu hal material, dapur biar ngepul misalnya, tetapi senantiasa menjaga nama baik keluarga.
“Betapa kelurga akan sangat malu, kalau ada anaknya yang sudah brewokan bengesan tetap kekanak-kanakan, ngalem, manja, bangun sesukanya, pergi main ke mana-mana menghabiskan harta orangtua. Kata-katanya nyolot, kasar, tidak mencerminkan sopan santun. Anak seperti itu tidak bisa dianggap dewasa, tingkah lakunya masih bocah,” Bapa Uskup memberi catatan.
Di setiap tempat, orang dewasa dalam iman selalu berbuat benar, adil dan jujur. Itulah saksi-saksi setia yang diharapkan oleh Tuhan untuk menjadi alter diri-Nya, diri-Nya yang lain, Kristus yang lain, di tengah-tengah masyarakat. Di tempat gelap yang tidak diketahui orang, di tempat terang, di tengah pasar, di keramaian, saksi Kristus menghidupi Kristus sendiri dengan tidak tergoyahkan.
Lydia Ermaningsih, seorang krismawati, menyampaikan kesannya. “Tidak menyangka, bahagia…. karena sudah menerima Sakramen Penguatan. Bahagia menjadi saksi Kristus,” kata Lydia setelah menerima rahmat Sakramen Krisma. **
M. Apriyono
