Fund-raising Bukan Lagi Soal Memberi dan Menerima

Fund-raising atau penggalangan dana merupakan kegiatan yang cukup akrab di telinga kita, saat kita ingin berbuat sesuatu, tapi dana tidak mencukupi. Namun ternyata, fund-raising lebih dari sekedar memberi dan menerima sejumlah bantuan atau dana.

Romo Yustinus Nana Sujana OSC, memaparkan bahwa fund-raising berdimensi spiritualitas tinggi. Ini disampaikannya pada hari study Rapat Anggota Tahunan SIGNIS Indonesia ke-48, Selasa (31/5).

Yustinus Nana Sujana OSC – Foto: Heri Setiawan

Fund-raising Sebuah Pertemuan Indah dalam Kasih Tuhan

Kasih Tuhan adalah titik temu dari donatur dan fundraiser. Ini menjadi dimensi spiritual fund-raising. Jika demikian, maka fund-raising lebih dalam dari sekedar ‘memberi dan menerima bantuan’, melainkan sebuah ministry (pelayanan).

“Kerap kali orang yang punya duit itu kesepian. Anak-anak mereka saling bentrok. Maka, kunjungan kita menjadi oase. Bukan memanfaatkan, tetapi orang-orang seperti ini juga butuh kunjungan. Sama halnya seperti kita mengunjungi orang sakit, koruptor, dan lain sebagainya,” kata imam yang akrab disapa Romo Nana ini.

Jika sudah dipertemukan oleh kasih Tuhan, maka pertemuan harus dijaga kelanggengannya. “Fund-raising harus selalu bertujuan untuk menciptakan relasi baru yang langgeng. Tidak begitu mendapat bantuan lantas ditinggalkan. Setiap kali kita ingin fund-raising, kita menawarkan suatu persekutuan baru, persaudaraan baru,” jelas Romo Nana, di Gedung Pertemuan Rumah Retret Santo Johanes Paulus II, Anjongan, Mempawah, Kalimantan Barat.

Ketulusan pelayanan yang diterima oleh donatur akan menggerakan hati mereka. Maka mereka pun akan memberi dengan sukacita dan syukur, bukan dengan paksaan.

Para Peserta Rapat Anggota Tahunan SIGNIS Indonesia ke-48 – Foto: Heri Setiawan

Fund-raising Sebagai Pertobatan

Pertobatan yang dimaksud untuk kedua belah pihak. Orang yang kaya materi harus disadarkan sesuai nasihat St. Paulus. “Diberitahu bahwa kamu tidak akan menjadi miskin dengan memberi, sebaliknya kamu akan menjadi kaya dengan memberi (2 Korintus 9:11),” jelas imam yang lahir di Kuningan, Jawa Barat, 28 Mei 1977.

Fundraiser juga tidak boleh egois. Tidak melulu meminta untuk diri sendiri, tapi berbagi dengan orang lain. “Kami memiliki sesuatu, persahabatan, kedamaian, cinta, kesetiaan, kasih sayang, pelayanan, dengan mereka yang membutuhkan. Melalui kita, orang lain juga dibantu. Kita menjadi mediator,” tutur imam yang berkarya sebagai Magister di Novisiat Ordo Salib Suci (OSC).

Selain itu, fund-raising bukan lagi soal nominal, maka ketika ada donatur yang memberi sedikit, fundraiser tidak boleh mengeluh. “Selain mereka memberi, mereka juga mendoakan kita,” lanjut Romo Nana.

Pertobatan terakhir yang ditawarkan Romo Nana adalah bertobat dari ketakutan awal akan penolakan yang mungkin akan terjadi. Jika yakin dengan apa yang dilakukan adalah baik dan dapat dipertanggungjawabkan, maka utarakan saja.

Para Peserta Rapat Anggota Tahunan SIGNIS Indonesia ke-48 – Foto: Heri Setiawan

Fund-raising Harus ‘Yang Bertanggung Jawab’

Sebelum fundraiser meminta kepada donatur, ia harus tahu apa tujuan dari aktivitasnya. “Kalau kita yang meminta saja tidak tahu tujuannya, bagaimana mau diberi?” tanya Romo Nana.

Tidak hanya tujuan, budgeting juga hal penting. Donatur ingin tahu berapa nominal yang kita butuhkan. Setelah sejumlah bantuan telah diterima, maka menjadi tanggung jawab fundraiser untuk melaporkan proses aktivitas dan keuangannya.  **

Kristiana Rinawati

Leave a Reply

Your email address will not be published.