
Sejarah Singkat Paroki Katedral Santa Maria
Jauh sebelum bangsa Indonesia merdeka, umat Katolik tersebar di bumi Indonesia, tak luput pula di kota Palembang, Sumatra Selatan. Pada tahun 1921, misi Katolik di Palembang dijalankan oleh Paderi Kapusin yang dalam pelaksanaan misinya menempati sebuah rumah di Talang Jawa (wilayah sekitar Jl. Kol. Atmo sekarang). Pada tahun 1923 ketika misi Katolik diambil alih oleh misionaris Imam-imam Hati Kudus (SCJ), di Palembang belum ada gereja, pos satu-satunya hanyalah Tanjung Sakti yang letaknya jauh dari pedalaman. Jadi, walaupun Palembang adalah kota terbesar di Sumatera Selatan, Palembang hanyalah merupakan stasi yang setiap dua bulan sekali dikunjungi Pastor.
Pada waktu itu Palembang dibagi menjadi dua daerah misi yaitu Talang Semut, yang merupakan tempat tinggal orang Belanda (Halic) dan Talang Jawa yang merupakan tempat tinggal orang Tionghoa dan orang Indonesia/pribumi yang kebanyakan adalah orang Jawa. Kemudian pada tahun 1925 tepatnya pada masa Paska, Palembang mendapat hadiah seorang pastor tetap yang didatangkan dari Belanda, yaitu Pastor Matheus Neilen SCJ. Beberapa tahun kemudian ketika jumlah umat Katolik semakin banyak dan gereja Talang Jawa tidak mampu menampung umat yang ada, maka disepakati dibangun gereja baru di Talang Jawa (Gereja Hati Kudus), tepatnya pada tahun 1932.
Kemudian pada tahun 1939, Prefektur Apostolik Bengkulu diangkat menjadi Vikariat Apostolik Palembang dan prefeknya Mgr. Henricus Mekkelholt SCJ menjadi Vikaris Apostolik yang pertama dan ditahbiskan menjadi Uskup Palembang oleh Paus Pius XII. Kemudian pada tahun 1942, dibangunlah sebuah rumah baru di Talang Semut (keuskupan sekarang) yang dimaksudkan sebagai pendirian sebuah paroki baru. Tepat pada tanggal 1 Oktober 1941, berdiri paroki Talang Semut.
Bangunan Gereja Santa Maria
Sesudah perang kemerdekaan semua tahanan Jepang oleh tentara Belanda di Sumatera Selatan dibawa ke Palembang. Mereka dikumpulkan di dua tempat yaitu RS. Charitas dan Talang Semut. Dua tempat ini dipagari kawat berduri dan dijaga ketat oleh tentara Belanda. Selain di dua tempat ini, tempat-tempat lain tidak berfungsi.
Setelah keadaan kembali normal dan aman, pada tahun 1947 Gereja Hati Kudus di Talang Jawa dibuka kembali. Maka timbullah pertanyaan, apakah dalam keadaan tersebut, Talang Jawa sebagai paroki harus dipertahankan atau dibubarkan dan apakah Palembang akan dibagi menjadi 2 paroki?
Pada akhirnya dalam rapat keuskupan tanggal 4 Maret 1948, diputuskan bahwa paroki Talang Semut tetap dipertahankan dan Palembang terbagi atas dua paroki. Tanggal 4 Maret 1948 ini merupakan tanggal peneguhan berdirinya sebuah paroki baru Bernama Paroki Santa Maria. Dengan berdirinya paroki baru ini, Pastor Gerardus Elling SCJ pun mencari tempat ibadah yang layak dan untuk sementara waktu rumah yang ada di Talang Semut diputuskan digunakan sebagai tempat ibadah. Selang beberapa waktu, tepatnya pada Desember 1949, Pastor J. Kuypers SCJ diangkat menjadi Pastor Paroki St. Maria Talang Semut.
Dengan berdirinya Paroki Talang Semut, maka gereja pun dibangun. Pada tanggal 28 Maret 1954, P. Petrus van Gisbergen SCJ memimpin upacara peletakan batu pertama pembangunan gereja. Pembangunan gereja dilakukan oleh Biro Pembangunan Jelita, dengan arsitektur rancangan G. Langenberg dari Sungai Gerong. Pada waktu itu pastor kepala yang bertugas adalah P.J. Kuypers, SCJ. Dalam masa kepamimpinannya ditentukan bahwa pelindung paroki adalah Santa Maria Dikandung Tak Barnoda dan gereja yang dibangun dinamai Gereja Roh Kudus. Namun dengan alasan bahwa tahun 1954 adalah ulang tahun yang ke-100 atas kebenaran iman yang diakui sebagai ajaran, maka nama gereja diganti menjadi Gereja St. Perawan Maria Dikandung Tak Bernoda. Setelah pembangunan selesai tepatnya tanggal 8 Desember 1954 gereja diresmikan dan diberkati oleh Mgr. Henricus Mekkelholt SCJ.
Perkembangan Paroki dan Gereja Santa Maria
Sampai saat ini telah banyak perubahan dan perkembangan terjadi di Paroki St. Maria. Melihat perkembangan umat dan melihat kondisi gereja, apalagi sebagai gereja katedral Keuskupan Agung Palembang maka sejak tanggal 16 Februari 2017 telah dimulai pembangunan gereja baru dengan ukuran bangunan yang lebih besar. Gereja baru dibangun dilokasi gereja lama sehingga gereja lama yang dibangun tahun 1954 tersebut harus direlakan untuk dibongkar. Pembangunan gereja baru dibangun selama enam tahun dan diresmikan oleh Duta Besar Vatikan untuk Indonesia Mgr. Piero Pioppo pada 25 Maret 2023.
Sejak gereja baru berdiri, dinamika umat Paroki Katedral semakin hidup. Banyak aktifitas umat lewat masing-masing kelompok mengadakan kegiatan, baik di hari Minggu maupun di hari-hari biasa di luar hari Minggu. Katedral baru yang terlihat megah dan indah tidak hanya digunakan oleh umat Paroki Katedral St. Maria Palembang namun banyak umat luar paroki bahkan luar keuskupan yang berziarah ke Gereja Induk Keuskupan Agung Palembang ini.
Di samping perubahan pada bangunan gereja, juga ada perubahan berarti dalam kehidupan berparoki, yakni perpindahan pastoran ke rumah baru yang dibeli pada tanggal 1 April 2019. Pastoran lama yang diresmikan pada tanggal 16 Desember 1998 oleh Mgr. Aloysius Sudarso SCJ terpaksa dibongkar karena lahan dipakai untuk perluasan gereja baru. Hal lain yang perlu dicatat adalah Goa Maria di samping pastoran lama yang diresmikan pada tanggal 31 Oktober 2004 oleh Romo Antonius Yuswito SCJ juga ikut dibongkar.
Sementara itu juga ada perubahan dalam organisme gereja sendiri, terutama pada akhir tahun 2004 antara lain adalah pergantian nama dari kring menjadi lingkungan, pembentukan wilayah sebagai kesatuan beberapa lingkungan yang berdekatan. Juga diadakan pembentukan lingkungan baru sebagai pemekaran dari lingkungan Yakobus yaitu lingkungan Gregorius Agung. Oleh karena itu pada saat ini paroki St. Maria Katedral terdiri dari 5 wilayah dan 17 lingkungan.
Sejalan dengan gerak Keuskupan Agung Palembang lewat Tahun Arah Dasar IV Tahun Komunitas Basis Gerejani (KBG), maka umat pun memulai pembentukan KBG. Saat ini di Paroki Katedral St. Maria Palembang telah terbentuk 45 KBG. Beberapa KBG mulai rutin mengadakan pertemuan berkala namun beberapa yang lain masih membangun paguyuban di lingkungan masing-masing.
