VISI, MISI, DAN PROFIL SEMINARI

  • Visi  

Seminari Menengah Santo Paulus Palembang adalah lembaga dan tempat pendidikan calon imam dan biarawan. Seminari bercita-cita agar seminaris berkembang secara seimbang dalam 4S, yaitu sanctitas (kesucian), sanitas (kesehatan), scientia (pengetahuan), dan socialitas (hidup bermasyarakat) sehingga menjadi pribadi yang dewasa secara manusiawi dan kristiani dalam mengikuti panggilan Tuhan  ke arah imamat atau hidup membiara.

  • Misi
  • Mendidik  dan  mendampingi seminaris  agar berkembang secara seimbang dalam sanctitas (kesucian), sanitas (kesehatan), scientia (pengetahuan) dan sosialitas, menuju kedewasaan pribadi secara manusiawi dan kristiani, dalam menanggapi panggilan Tuhan dan hidup sesuai dengan  panggilannya itu.
  • Mendidik dan melatih seminaris agar berkembang menjadi dewasa dalam keutamaan-keutamaan kristiani, mengolah kehidupan afektif dan seksual, mengembangkan sosialitas dan keadilan, berdialog dengan umat beriman lain dan berpengetahuan sesuai dengan usianya.
  • Membantu seminaris agar semakin peka akan kebutuhan Gereja dalam konteks Indonesia, secara khusus Gereja Setempat dan mengarahkan seminaris -terutama- untuk menjadi imam diosesan Keuskupan Agung Palembang, Keuskupan Tanjungkarang, dan Kongregasi Imam-Imam Hati Kudus Yesus (SCJ).
  • Menjadikan seminari sebagai tempat persemaian panggilan yang kondusif dan  mandiri.
  • Tujuan Pendidikan Seminari

Seminari Menengah Santo Paulus bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang dewasa secara manusiawi dan kristiani sesuai dengan tingkatannya, serta berkembang  seimbang dalam empat pilar utama (4S): Sanctitas (kesucian), Sanitas (kesehatan), Scientia (pengetahuan)  dan Sosialitas.

  • Sanctitas

Imam adalah pemimpin rohani sebagaimana digarisbawahi dalam Pedoman Pembinaan Calon Imam di Indonesia (PPCII) yang diterbitkan Komisi Seminari KWI 2013. Oleh karena itu setiap calon imam perlu menyiapkan diri supaya memiliki kehidupan rohani yang mendalam. Hal yang sama juga sagat ditekankan dalam Optatam Totius: “hendaknya pembinaan rohani diselenggarakan sedemikian rupa, sehingga para seminaris belajar hidup dalam persekutan mesra dan terus menerus dengan Bapa, melalui Putera-Nya Yesus Kristus, dalam Roh Kudus”(OT 8).

Setelah melewati masa formatio di seminari, seminaris diharapkan sudah matang dalam hidup rohani, mantab dalam panggilan, dan mampu melihat kebutuhan Gereja dan masyarakat.

  1. Seminaris mampu bertumbuh dan berkembang dalam hidup rohani
  2. Mampu menjadikan Kristus sebagai sumber dan pedoman hidup.
  3. Mampu menampakkan kesalehan dan kekudusan dalam sikap dan perilaku.
  4. Mampu merefleksikan dan memaknai pengalaman hidup.
  5. Mampu menghayati tradisi hidup rohani Gereja Katolik seperti doa, bimbingan rohani, lectio divina, devosi dan pemeriksaan batin.
  6. Mampu meneladan Bunda Maria, St. Paulus, dan orang kudus lainnya  dalam mengikuti  panggilan Tuhan.
  7. Seminaris mampu bertumbuh dan berkembang dalam panggilan
  8. Mampu merasa bangga dan bahagia dalam menapaki panggilan Tuhan.
  9. Mampu memiliki motivasi murni ke arah hidup imamat atau hidup membiara.
  10. Mampu mengambil keputusan untuk panggilannya.
  11. Mampu memiliki semangat untuk menghidupi tiga nasihat injili, yaitu kemurnian, kemiskinan, dan ketaatan.
  12. Seminaris mampu melihat kebutuhan Gereja dan masyarakat
  13. Mampu mengenal sejarah, perkembangan, dan kebutuhan Gereja khususnya di Sumatera bagian Selatan.
  14. Mampu memahami isu-isu aktual terkait dengan masalah ekonomi, sosial, budaya, dan politik.
  15. Mampu membangun relasi dan jejaring dengan para imam, biarawan-biarawati, dan umat setempat.
  16. Mampu memiliki kepedulian pada masalah-masalah kemanusiaan dan lingkungan hidup.
  17. Mampu menyediakan diri untuk tugas pelayanan Gereja dan masyarakat.
  18. Mampu memiliki semangat dan jiwa misioner.
  • Sanitas

Tugas seorang imam adalah melayani Allah dan Gereja. “Hendaknya mereka disiapkan pula untuk pelayanan kegembalaan: supaya mereka tahu menghadirkan Kristus bagi sesama” (OT 4).  Supaya mampu menjalankan tugas pelayanan dengan baik, seorang imam harus memiliki kesehatan fisik dan psikis yang memadai. Oleh karena itu, “hendaklah para seminaris membiasakan diri untuk mengatur sifat perangai mereka. Hendaknya mereka dibina untuk mencapai keteguhan jiwa, dan pada umumnya belajar menghargai keutamaan-keutamaan” (OT 11).  Setelah melewati masa formatio di seminari, seminaris diharapkan mampu memiliki kedewasaan pribadi dan kesehatan yang memadai.

  1. Seminaris mampu bertumbuh dan berkembang dalam kepribadian
  2. Mampu bersikap jujur, tekun, disiplin, dan tahan banting.
  3. Mampu mengolah afeksi dan seksualitas.
  4. Mampu menerima diri dan mempunyai kebebasan batin.
  5. Mampu mengolah dan mengelola emosi.
  6. Mampu mengambil keputusan dengan bijaksana.
  7. Mampu bertanggungjawab.
  8. Mampu menjunjung tinggi moralitas.
  9. Seminaris mampu menjalani pola hidup sehat
  10. Memiliki fisik yang sehat dan bugar.
  11. Rajin berolahraga.
  12. Memiliki waktu istirahat yang cukup.
  13. Mengkonsumsi makanan dan minuman yang sehat.
  14. Seminaris mampu bekerja keras dan memiliki daya tahan dalam menghadapi kesulitan.
  • Scientia

Dalam menjalankan tugas kegembalaannya seorang imam harus dibekali dengan banyak ilmu dan ketrampilan supaya mampu menjalankan tugas kegembalaan itu dengan baik. Oleh karena itu, seorang imam harus dibina untuk mengembangkan kecerdasan intelektualnya supaya mampu menjalani proses pendidikan yang panjang dan pada waktunya mampu menjalankan tugas kegembalaan sesuai dengan konteks jaman. “Kalau setiap orang Kristiani diharapkan siap siaga membela imannya dan mempertanggungjawabkan harapan yang ada pada kita (bdk. 1 Ptr. 3:15), apalagi calon-calon imam dan para imam harus sungguh-sungguh memelihara mutu pembinaan intelektual mereka dalam pendidikan maupun kegiatan pastoral mereka” (PDV 51).

Setelah menjalani proses formatio di seminari, seorang seminaris diharapkan memiliki kecerdasan intelektual yang mencukupi.

  1. Seminaris mampu berpikir kritis, kreatif, dan analitis.
  2. Seminaris mampu mengikuti dan mengerti pelajaran dengan baik.
  3. Seminaris mampu menyampaikan pemikirannya dengan runtut dan logis.
  4. Seminaris mampu belajar mandiri dan mempunyai kebiasaan membaca.
  5. Seminaris mampu menguasai bahasa asing khususnya Bahasa Inggris.
  6. Seminaris mampu menyintesiskan berbagai hal.
  7. Seminaris mampu memanfaatkan dunia digital dan media sosial untuk pembelajaran, pengembangan diri, dan pewartaan.
  8. Seminaris mampu menggunakan gawai, komputer, internet, dan media sosial dengan cerdas dan bijak.
  9. Seminaris mampu menginternalisasikan dan mengimplementasikan pengetahuannya dalam hidup sehari-hari.
  10. Seminaris mampu membuat karya tulis dalam Bahasa Indonesia dengan baik.
  11. Seminaris mampu mengaktualisasikan kemampuan dan pengalamannya dalam karya seni.
  12. Seminaris mampu melanjutkan formatio ke jenjang selanjutnya.
  • Sosialitas

Para seminaris menjalani masa formatio dalam komunitas asrama. Dengan tinggal di asrama para seminaris dibantu untuk membangun hidup berkomunitas dan untuk mencapai keseimbangan antara hidup individual dan sosial. “Dalam komunitas itulah calon imam membiasakan diri mengembangkan rasa sosial. Dengan demikian, ia menyiapkan diri untuk menjadi orang yang sanggup memperhatikan dan melayani kepentingan sesama” (PPCII 34.2).

Pembinaan hidup bersama dalam komunitas diharapkan membantu para seminaris untuk makin dewasa dalam kepribadian yang terutama tampak “dalam sifat kejiwaan yang stabil, dalam kemampuan mengambil keputusan yang dipertimbangkan, dan dalam cara menilai peristiwa-peristiwa serta orang-orang dengan saksama” (OT 11).

  1. Seminaris mampu berempati dan berbelaskasih.
  2. Seminaris mampu beradaptasi dengan berbagai situasi.
  3. Seminaris mampu mengelola konflik dan mudah berekonsiliasi.
  4. Seminaris mampu bekerjasama dan membangun sinergi.
  5. Seminaris mampu memimpin dan berorganisasi.
  6. Seminaris mampu menjaga privasi dan tapal batas dalam berelasi.
  7. Seminaris mampu menjalin persahabatan yang sehat dengan sesama seminaris, teman-teman SMA Xaverius 1, anak-anak, remaja, dan kaum muda pada umumnya.
  8. Seminaris mampu menjalin relasi akrab dan hormat dengan para staf, guru, karyawan-karyawati seminari maupun SMA Xaverius 1.
  9. Seminaris mampu berkomunikasi dan menjalin hubungan baik dengan orang tuanya.
  10. Seminaris mampu menjalin persahabatan lintas iman dan budaya.
  11. Seminaris mampu mencintai dan menjaga kelestarian alam.
  12. Seminaris mampu menerima, menghargai, dan merawat kebhinekaan.