
Kongregasi Imam-imam Hati Kudus Yesus (SCJ) Provinsi Indonesia panen raya. Itulah istilah yang dilontarkan umat Allah, tatkala mengikuti perayaan tahbisan imam kedelapan diakon SCJ, Rabu, (27/4) lalu. Delapan pemuda Katolik yang ditahbiskan sore itu adalah Diakon Methodius Darmuat Abdi Buana SCJ, Diakon Agustinus Tri Winarno SCJ, Diakon Yosafat Hengki Sanjaya SCJ, Diakon Finsentius Ari Setiono SCJ, Diakon Jonathan Christian Munthe SCJ, Diakon Albertus Bayu Christanto SCJ, Diakon Fransiskus Suseno SCJ, dan Diakon Martinus Joko Windiatmoko SCJ.
Perayaan Ekaristi Tahbisan Imam dipimpin Uskup Agung Palembang, Mgr. Yohanes Harun Yuwono. Romo Andreas Suparman SCJ, Provinsial SCJ Indonesia dan Romo Yohanes Harry Subekti SCJ, Pastor Paroki Santo Petrus menjadi konselebran dalam perayaan ini. Hadir pula Uskup Agung Emeritus Aloysius Sudarso SCJ, beserta lebih kurang 150 imam dalam perayaan yang dilangsungkan di Paroki Santo Petrus Palembang.

Sebelum menahbiskan delapan calon imam, Mgr. Harun menyampaikan beberapa nasihat kepada mereka. Pertama, imam tetaplah berjalan dalam kebenaran, meskipun tidak semua orang menyukai kebenaran.
“Mari kita belajar dari laut. Sebuah cerita mengatakan, ketika seorang anak kehilangan sandal, karena terbawa arus laut, anak itu berkata laut itu maling. Katika seorang nelayan membawa pulang banyak ikan hasil tangkapannya, anak nelayan itu berkata laut itu baik betul. Ketika seorang ibu kehilangan
anaknya karena terseret ombak, ibu itu berkata laut itu pembunuh. Tetapi ketika seorang anak menemukan bongkahan mutiara yang indah dan setelah dijual harganya sangat mahal, ibu anak itu berkata laut membuat keluarga kami sejahtera,” kisahnya mengawali homili.

Belajar dari Laut
Laut, kata Mgr. Harun, tidak kehilangan jati diri, meski dipuji maupun dicaci. Para imam harus
meniru laut. Ada kalanya seorang imam tidak disukai oleh umat, karena tidak mengikuti keinginan dan selera mereka.
Bukan soal selera, seorang imam adalah guru moral dan penjaga iman. Dalam dua hal ini, seorang imam tidak harus meminta pendapat atau mengikuti selera umatnya. “Karena itu, para calon imam, Anda sekalian yang terkasih. Janganlah risaukan omongan orang. Karena setiap orang membaca Anda sesuai pemahaman dan pengalaman mereka yang berbeda-beda. Teruslah melangkah, selama Anda berada di jalan yang baik. Melangkah dengan jujur, rasional, manusiawi, meski kebaikan tidak senantiasa melegakan atau dihargai,” kata uskup agung.

Tetap Rendah Hati
Petuah kedua yang diberikan uskup adalah tetap rendah hati. Kerendahan hati menjadi sikap Allah yang merelakan diri-Nya menjadi manusia demi menebus dosa manusia. Imam yang rendah hati tidak membalas keburukan yang diterimanya dengan keburukan, melainkan selalu mengusahakan kebaikan.
“Jika Anda salah, katakan Anda salah dan mintalah maaf. Jika Anda benar, teruslah berjalan dalam kebenaran. Tetaplah bersikap rendah hati, sebab dalam kerendahan hatilah, Anda akan terhindar dari kesalahan dan hanya akan berjalan dalam kebenaran itu,” tuturnya.

Memaafkan tanpa Tapi
Imam meneladan Kristus dalam segala hal, terutama dalam pengampunan. Ini adalah petuah ketiga Mgr. Harun, “Jika Anda harus memaafkan, maafkanlah dan jangan pakai tetapi, saya mau memaafkan, tetapi… tidak pakai tetapi. Jika Anda harus menghargai orang lain, hargailah, juga jangan pakai tetapi. Hendaklah hati Anda tulus dan jujur, ikhlas tanpa pamrih. Sepenuh hati, segenap jiwa raga.”
Konsisten dalam Doa
Seorang imam adalah perantara, begitu kata Mgr. Harun. Petuah keempat adalah konsisten dalam doa. “Jangan lupa, konsisten terus dalam doa, itu tugas utama kita. Anda adalah pengantara. Imam adalah pengantara antara umat dengan Tuhan, antara Tuhan dengan umat-Nya. Pontifex artinya jembatan. Tanpa imam tidak terhubung relasi itu. Anda adalah penyalur rahmat Allah pada umat, penyalur permohonan umat kepada Allah,” pungkasnya.
Selain doa, perayaan sakramen-sakramen, terutama Ekaristi menjadi sesuatu yang harus bagi seorang imam. Imam yang menjadi jembatan, harus mengajak semakin banyak umat dekat dengan Altar Tuhan.

Menjadi Kudus Bersama Umat
Selain mengingatkan makna imamat jabatan, Uskup Harun juga mengingatkan umat yang hadir akan makna imamat umum yang mereka terima melalui baptisan. “Memang imamat umum kaum awam tidak sama dengan imamat imam tertahbis, tetapi keduanya mengambil bagian dalam Imamat Rajawi Yesus Kristus yang satu dan sama, hanya dengan cara yang berbeda,” katanya. Umat dan imam, yang meski menerima imamat yang berbeda, harus saling melengkapi guna mewujudkan imamat Yesus Kristus yang satu dan sama.
Imamat sejatinya merupakan persembahan diri yang terarah pada kekudusan. “Tugas kaum awam sebagai imam ialah mempersembahkan kurban rohani dalam hidup sehari-hari. Pekerjaan sehari-hari, sebagai kepala keluarga atau sebagai ibu rumah tangga, selaku suami dan istri dalam keluarga, sebagai orangtua atau anak, sebagai pemimpin perusahaan atau karyawan, sebagai petani atau pedagang, keseluruhan hidup umat bisa dipersembahkan kepada Tuhan dengan segala suka dan dukanya,” jelas bapak uskup.
Persembahan diri umat dalam rahmat imamat umum nyata dalam persembahan roti dan anggur Ekaristi. Umat membawa roti dan anggur. Melalui tangan imam, roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Lantas, komuni suci diterima kembali oleh umat.
“Inilah berkat, kekuatan rohani. Allah yang merajai diri kita. Demikianlah para awam pun sebagai penyembah Allah, menjalankan fungsi sebagai imam, yaitu menguduskan dunia kepada Allah,” katanya.
Di akhir homilinya, Bapak Uskup Agung Harun mengingatkan para calon imam untuk selalu mengajak umat hidup kudus. “Bersama dengan umatmu, kejarlah kekudusan dengan sukacita, dengan gembira. Janganlah takut kepada kesalehan atau kekudusan. Kekudusan itu tidak akan sedikitpun merampas dirimu, merampas energimu, semangat, atau kegembiraanmu. Sebaliknya Anda akan menjadi apa yang ada dalam benak Bapa ketika menciptakan, bukan budak, melainkan manusia yang manusiawi, bermartabat luhur, putera-putera Allah. Engkau akan menjadi bijaksana dan setia pada kedalaman pribadimu.”
**Kristiana Rinawati
