Renungan Harian Rabu, 1 Oktober 2025

Pesta St. Teresia dari Kanak-kanak Yesus

Yes. 66:10-14c atau 1 Kor. 12:31-13:13;

Mzm. 131:1,2,3; Mat. 18:1-5; BcO 1Kor 7:25-40; (P)

Sederhana dan Rendah Hati

Saudara-saudari yang terkasih, jika kita memahami dan sejenak mengamati anak kecil, barang kali kita dapat melihat bahwa anak-anak itu polos. Mereka rendah hati, jujur, tulus dan otentik. Yesus menggunakan anak kecil sebagai teladan bagi kita untuk rendah hati, jujur dan otentik, apa adanya. Bukan kekanak-kanakan tetapi memiliki keutamaan hidup seperti anak-anak. Barangsiapa dapat menjadi seperti anak-anak akan menjadi yang terbesar dalam kerajaan surga. Kebesaran dalam kerajaan Allah tidak bergantung pada status, kekayaan atau jabatan dunia. Melalui bacaan ini Yesus berpesan, hendaknya kita dengan kejujuran mau mengakui keterbatasan diri dan tidak merasa lebih tau dari pada orang lain, serta bersedia di didik dan dibentuk oleh Allah.

Hari ini kita juga memperingati St. Theresia dari Kanak-kanak Yesus yang dilahirkan di Prancis tahun 1873. Sejak kecil, ia sangat mencintai Yesus dan ingin menjadi biarawati. Meski tubuhnya lemah dan mudah sakit, hatinya kuat dan penuh kasih. Ia percaya bahwa menjadi kudus tidak harus lewat hal besar, tapi lewat kesabaran, kebaikan, dan kepercayaan penuh kepada Tuhan. Theresia meninggal di usia 24 tahun karena sakit, tapi setelah wafat, tulisannya menginspirasi banyak orang di seluruh dunia. Gereja mengangkatnya sebagai Santa dan Pujangga Gereja. Ia dikenal sebagai “Si Bunga Kecil” karena kesederhanaannya yang indah dan penuh makna.

St. Theresia adalah teladan kerendahan hati seperti anak kecil dalam hidup nyata bagi kita. Ia tidak pernah merasa dirinya hebat, bahkan sering merasa kecil dan tidak layak. Tapi justru dalam kerendahan hati itulah ia menemukan kedekatan yang mendalam dengan Allah. St. Theresia mengajarkan kepada kita bahwa menjadi kecil di hadapan Tuhan bukan berarti lemah, tapi berarti kuat dalam kasih dan kepercayaan. Ia menunjukkan bahwa kesucian bukan soal melakukan hal besar, tapi soal mencintai dengan tulus dalam hal-hal kecil.

Mari kita belajar menjadi kecil di hadapan dunia, namun besar di hadapan Tuhan seperti anak kecil yang tak ragu bersandar pada kasih Bapa. Biarlah hati kita jujur tanpa topeng, polos tanpa pura-pura, dan rendah hati tanpa pamrih. Dalam kelembutan itulah kita menemukan kekuatan sejati: bukan dari kuasa, melainkan dari cinta yang tulus. Seperti embun pagi yang tak bersuara namun menyegarkan, jadilah jiwa yang hadir dengan damai, membawa terang lewat kesederhanaan. Sebab di mata surga, yang paling murni adalah yang paling mencintai dengan penuh kerendahan hati. Semoga Tuhan memberkati kita semua.

Fr. Yustinus Irvan Handrian

Tingkat 2

Leave a Reply

Your email address will not be published.