Hari Minggu Biasa XXVIII
2Raj. 5:14-17; Mzm. 98:1,2-3ab,3cd-4; 2Tim. 2:8-13; Luk. 17:11-19; BcO Zef. 3:8-20; (H)
Mengasihi Tanpa Syarat

Saudara-saudari terkasih, dalam Injil hari ini Yesus mengajarkan kepada kita arti sejati dari kasih yang tulus dan tanpa syarat. Kasih yang diajarkan-Nya bukanlah sekadar ucapan manis atau teori indah, melainkan kasih yang diwujudkan dalam tindakan nyata — kasih yang membawa pengampunan, pemulihan, dan keselamatan bagi siapa pun yang menerimanya.
Kisah tentang sepuluh orang kusta yang disembuhkan oleh Yesus menjadi cermin bagi hidup kita. Dengan suara penuh harap mereka berseru, “Yesus, Guru, kasihanilah kami!” Seruan itu lahir dari hati yang percaya bahwa hanya Yesus yang mampu menyembuhkan dan memulihkan hidup mereka. Dan benar, belas kasih Yesus bekerja dengan nyata — kesepuluh orang itu disembuhkan.
Namun, kisah ini tidak berhenti pada keajaiban penyembuhan fisik. Dari sepuluh orang yang disembuhkan, hanya satu yang kembali untuk berterima kasih. Ia adalah seorang Samaria — seorang asing yang dianggap najis dan tidak layak oleh banyak orang Yahudi pada masa itu. Justru dari dialah kita belajar arti iman yang sejati: iman yang mengenali sumber rahmat, iman yang tahu bersyukur.
Penyakit kusta bukan hanya penderitaan tubuh, tetapi juga luka sosial dan batin. Para penderita dikucilkan, dijauhkan dari keluarga, dan dilarang ikut dalam ibadah. Maka ketika Yesus menyembuhkan, Ia sebenarnya tidak hanya memulihkan tubuh mereka, tetapi juga mengembalikan martabat mereka sebagai anak-anak Allah. Tetapi sayang, sembilan orang lainnya berhenti pada kesembuhan lahiriah, tanpa menyadari kasih yang jauh lebih besar yang telah mereka terima.
Sementara itu, si Samaria kembali kepada Yesus, tersungkur di hadapan-Nya dan mengucap syukur. Ia tidak hanya melihat Yesus sebagai penyembuh, melainkan sebagai Tuhan dan Juruselamat. Karena itulah Yesus berkata kepadanya, “Imanmu telah menyelamatkan engkau.” Ia menerima bukan hanya kesembuhan tubuh, tetapi juga keselamatan jiwa.
Saudara-saudari, iman sejati selalu disertai dengan rasa syukur. Kita sering datang kepada Tuhan saat membutuhkan pertolongan, tetapi lupa kembali untuk berterima kasih ketika doa kita dijawab. Hari ini kita diundang untuk belajar dari orang Samaria itu — untuk selalu datang dan kembali kepada Tuhan dengan hati yang penuh syukur.
Dalam setiap keberhasilan, sukacita, maupun penderitaan, semoga kita tetap berpegang pada kasih Yesus yang tidak pernah bersyarat. Biarlah hidup kita menjadi ungkapan syukur atas kasih yang telah kita terima, dan melalui hidup itu pula, kita mewartakan kasih tanpa syarat kepada sesama. Semoga Tuhan memberkati dan meneguhkan langkah kita dalam kasih-Nya.
Fr. Markus Nicodemus Panggabean
Tingkat 6