“Setia menjadi imam sampai akhir!” tegas Mgr. Yohanes Harun Yuwono, Ketua Regio Sumatera dalam Kegiatan OGF Imam Diosesan Balita Regio Sumatera di Palembang. Mewakili Para Uskup Regio Sumatera, Mgr. Harun mengajak para imam untuk menimba inspirasi dari Yesus, Imam Agung berdasarkan Kitab Ibrani.

Yesus, Imam Agung Teladan Kesetiaan
Dalam pemaparan materinya di Gereja St. Stefanus Palembang (27/2), beliau menegaskan bahwa Kitab Ibrani dibagi menjadi 5 bagian dengan tema yang berbeda-beda. Pertama, 1;1-2:18 menjelaskan Kristus dalam hubungannya dengan Allah pada manusia. Kedua, 3:1-5:10 mengenai Kristus imam besar yang menampakkan belas kasih Allah pada manusia. Ketiga, 5:11-10:39 tentang imamat Kristus sama sekali baru dibandingkan imamat Perjanjian Lama. Keempat, 11:1-12:13 berisi ajakan-ajakan bersatu dengan Sang Imam. Kelima, 12:14-13:18 berisi ajakan-ajakan untuk hidup lurus, mengejar kekudusan dengan banyak berdoa, membangun persaudaraan dengan semua orang, menyayangi orang lemah, hidup jujur dan benar, jangan menjadi hamba uang, hormat terhadap perkawinan, hormat dan taat pada pemimpin. Pola susunan surat tersebut penting, yakni pola pengajaran yang menempatkan Kristus sebagai pengantara. Dia adalah Putra Allah dan saudara bagi manusia, pengantaraan-Nya efektif bagi kehidupan manusia, umat tidak boleh goyah dalam iman.
Persembahan diri Kristus yang total kepada Allah membawa perubahan radikal, perihal hubungan manusia dengan Allah. Allah bisa didekati, bisa disentuh oleh imam maupun umat. Umat Allah tidak dibedakan. Ibadat perjanjian lama hanya membawa pemisahan. Imam juga dipisahkan dari umat. Umat Israel juga dipisahkan dari bangsa-bangsa lain. Mereka merasa sebagai satu-satunya bangsa yang dicintai Allah. Bangsa lain untuk api neraka. Ada diskriminasi besar dalam ke-Yahudi-an.
Apa pentingnya untuk kita, para imam diosesan balita Regio Sumatera? “Menjadi imam itu mengurusi ibadah sejati kepada Allah dan melayani sesama. Kita harus kudus di hadapan Allah. Banyak berdoa, membangun persaudaraan dengan semua orang, menyayangi orang lemah, hidup jujur dan benar, jangan menjadi hamba uang, hormat terhadap perkawinan, hormat dan taat pada pemimpin. Kita menjadi pengantara umat, maka kita juga harus dekat dengan umat, menjadi ‘saudara mereka’, bukan saudara orang tertentu atau kelompok tertentu,” papar Mgr. Yuwono.


Cikal Bakal Benih Iman di Sumatera
Teladan Yesus, Imam Agung yang diurai dalam Kitab Ibrani dapat ditelusuri dari jejak-jejak sejarah awal mula tumbuhnya iman ke-Katolik-an di Sumatera. Sejarahwan Arab, Shaykh Abu Salih Al-Armini mencatat bahwa pada tahun 645 telah terdapat komunitas kristiani di Barus, 60 km sebelah utara Sibolga. Benih iman yang ditanam di Barus pada pertengahan abad ke-7 tersebut disirami dengan darah para martir di Aceh pada abad ke-17 dan 18, walaupun sulit dan lambat, Injil terus berkembang di Bumi Sumatera ini. Kegagalan, bahkan kematian para misionaris di Aceh tidak memusnahkan semangat misioner Gereja. Dari utara, Injil kemudian mengalir ke selatan.
Dengan didirikannya hirarki di Indonesia pada tahun 1961, Sumatera dan pulau-pulau di sekitarnya menjadi satu Provinsi Gerejawi: Medan sebagai Keuskupan Agung dengan lima keuskupan Sufragan yaitu Keuskupan Sibolga, Keuskupan Padang, Keuskupan Palembang, Keuskupan Tanjungkarang dan Keuskupan Pangkalpinang. Dalam konteks ini, tiga keuskupan yang pertama sering disebut keuskupan-keuskupan bagian utara dan tiga keuskupan terakhir disebut keuskupan-keuskupan bagian selatan.

Kendatipun dipisahkan jarak yang demikian luas, dalam perjalanan sejarah, para Waligereja Provinsi Gerejawi Medan telah melakukan kerja sama pastoral yang sangat baik. Salah satu hasil kerja sama yang mengagumkan itu adalah didirikannya Seminari Tinggi Santo Petrus di Parapat – Sumatera Utara pada tahun 1982. Seminari Tinggi ini dikhususkan untuk mendidik para calon imam praja yang datang dari berbagai daerah di Sumatera dan luar Sumatera yang akan berkarya di seluruh keuskupan di Sumatera. Pada tahun 1986, bersama dengan Provinsial Ordo Kapusin dan Custos Ordo Conventual (OFMConv.) mereka mendirikan Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi St. Yohanes di Sinaksak – Pematangsiantar. Seiring dengan yang terakhir ini, maka Seminari Tinggi St. Petrus pun pindah ke Pematangsiantar.
Dalam perkembangan selanjutnya, pada 01 Juli 2003, Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II melalui surat kabar Vatikan L’osservatore Romano mengumumkan ditetapkannya Provinsi Gerejawi baru di Sumatera yakni Keuskupan Agung Palembang, dengan keuskupan sufragan: Keuskupan Tanjungkarang dan Keuskupan Pangkalpinang. Hal ini berarti Provinsi Gerejawi Medan menjadi hanya terdiri dari Keuskupan Agung Medan, Keuskupan Sufragan Sibolga dan Keuskupan Sufragan Padang. Dua Provinsi Gerejawi Medan dan Palembang ini tergabung dalam satu regio gerejawi dengan nama Regio Sumatera.

Berjalan Bersama
Jejak-jejak indah kebersamaan Gereja Sumatera itu terus dipupuk dan dipelihara. Salah satu upaya yang dilakukan adalah kegiatan OGF Imam Diosesan Regio Sumatera. Dalam Statuta Regio Sumatera Pasal 11 ditegaskan perihal On Going Formation Imam Regio Sumatera. Pertama, para imam Regio Sumatera terikat kewajiban untuk menjalani OGF seumur hidup. Kedua, para Uskup Regio Sumatera hendaknya menunjuk salah satu Uskup dari keuskupan Regio Sumatera untuk secara khusus memperhatikan OGF bersama para imam Regio Sumatera. Ketiga, OGF para imam dapat dijalankan dalam kerja sama dengan rumah-rumah OGF yang sudah ada yang dimiliki oleh tarekat-tarekat. Keempat, setiap keuskupan di Regio Sumatera terbuka bagi para imam keuskupan lain yang menjadi bagian dari Regio Sumatera, baik untuk berkarya (donum fidei), pastoral kategorial dan temporal, berlibur sementara, maupun untuk penyegaran hidup imamat. Kemungkinan tersebut hanya dapat terjadi setelah ada kesepakatan di antara Uskup terkait.
Kini, bertajuk ‘Berjalan Bersama: Menjadi Imam Yang Tangguh’, para imam diosesan balita regio sumatera bertemudi Wismalat Podomoro Keuskupan Agung Palembang. Kesempatan emas untuk kembali berjalan bersama untuk bertumbuh menjadi imam yang tangguh sehingga tetap setia sampai akhir.

Harapan baik itu dikemas dengan mendalami beberapa materi. Diawali dengan penuturan pengalaman hidup bersama imam diosesan oleh Bp. Billy Jaya (Ketua Kerawam KAPal), Sr. M. Henrika HK (PU Kongregasi Suster HK), dan RP. Andreas Suparman SCJ (Provinsial SCJ).
Setelah mengungkap pengalaman tersebut, RD. Irfantinus Tarigan mengajak mendalami tema kematangan spiritual sebagai imam. Sedangkan, Mgr. Vincentius Setiawan Triatmojo mengajak para imam menimba inspirasi melalui dokumen Gereja terbaru yang diharapkan memberi pencerahan untuk bertumbuh menjadi imam yang tangguh. Akhirnya, materi ditutup dengan pemaparan RD. Guido Suprapto, tentang citra imam diosesan Regio Sumatera: simpul harapan para uskup dan tokoh umat Katolik.
Dinamika kegiatan OGF ini tentu dikemas sedemikian, bukan hanya sesi materi saja. Dalam kegiatan itu juga diadakan outbound dan city tour. Semua dikemas dengan maksud agar jejak-jejak sejarah kebersamaan Regio Sumatera yang diwariskan oleh para pendahulu tetap dijaga dan dilanjutkan oleh para imam diosesan generasi masa kini.
Semoga dengan berjalan bersama, para imam bertumbuh menjadi imam yang tangguh, imam yang setia sampai akhir hayat. Tetaplah menjadi imam yang menghidupi imamat setiap hari dengan salah bukan dengan salah. Imam yang menghidupi imamat setiap hari dengan rela berkorban bukan mengorbankan orang lain. Imam yang menghidupi imamat setiap hari dengan semangat melayani bukan minta dilayani.
** RD Martinus Widiyanto