Seruan Apostolik Paus Fransiskus, yaitu Christus Vivit (Kristus Hidup) yang dipublikasi tahun 2019 lalu, menjadi bahan studi lebih kurang 40 orang imam diosesan balita Regio Sumatera, Selasa, (28/2). Mgr. Vincentius Setiawan Triatmojo menekankan pentingnya memiliki pribadi yang selalu muda. Mengapa? Karena Mgr. Avin, mengutip kata-kata Paus Fransiskus, yaitu Yesus adalah pribadi yang selalu muda.

“Paus menghadirkan sosok Yesus yang memulai misi publiknya dan misteri penyelamatan-Nya di masa muda, yaitu 30 tahun. Yesus menjadi contoh dari kemudaan sejati dalam hidup ini,” kata uskup terpilih Keuskupan Tanjungkarang ini.
Imam diosesan balita, yang usia tahbisannya kurang dari lima tahun, juga masih muda dari segi usia. Dia mengajak mereka yang masih muda ini meneladani pribadi muda Kristus. Christus Vivit yang ditunjukkan kepada orang muda dan umat pendamping, hendaknya menjadi perhatian para imam muda.

Perhatian ini dapat diwujudkan dalam pastoral kreatif, kata Mgr. Avin, misalnya dengan melebarkan sayap pelayanan ke dunia maya. “Serangan terhadap kebenaran iman Katolik di dunia maya begitu banyak. Banyak tayangan yang mengatakan bahwa Yesus itu bukan Tuhan. Memang ini tidak mengkhawatirkan, jika iman umat kuat. Namun dari penilaian katolisitas saat sinode di Keuskupan (Agung Palembang), ini sangat minim. (Iman seperti) ini sangat rawan bila dipengaruhi pihak lain,” kata uskup asal Sindang Jati, Curup, Bengkulu ini.
Bila dulu, Bunda Maria dikatakan sebagai influencer-nya Allah, kata Mgr. Avin, maka sekarang ini giliran kita. “Meskipun jumlah kita sedikit, tapi kita harus memulai. Kini kita diajak Bapa Suci untuk memengaruhi (mewartakan iman Katolik yang benar) lewat media sosial yang kita pakai. Memang kita secara kuantitas sedikit, tapi kita buat konten yang continue (berkelanjutan),” sarannya.



Selain pastoral digital, penting bagi para imam untuk mendengarkan orang muda. Mendengarkan juga metode pastoral yang ditawarkan oleh Paus Fransiskus. “Ada tiga jenis cara mendengarkan. Pertama, diarahkan pada pribadi, dengan mendengarkan kata-kata orang itu dan memberikan waktu. Kedua, penegasan rohani atau discernment, memahami acuan yang benar antara rahmat dan cobaan. Ketiga, kepekaan telinga untuk mendengarkan secara mendalam terhadap arah dan tujuan, keinginan orang itu,” jelas Mgr. Avin.
Dia mengajak para imam muda untuk sungguh memberikan waktu untuk mendengarkan dengan baik. Mendengarkan, tidak menyela. “Kita tidak boleh berasumsi tentang lamanya waktu yang harus kita berikan, meskipun masalah orang muda itu sudah kita ketahui. Kita harus mendengarkan sampai kita tahu apa yang mereka maksudkan,” katanya.

Kepada orang muda, kata Mgr. Avin, Paus Fransiskus mengajak mereka untuk terus berlari meraih mimpi. Orang muda, merekalah yang akan membawa perubahan bagi dunia. Karena itu, Gereja sangat membutuhkan orang muda sebagai pemeran utama. Tentang ini, ia mengajak para imam muda, selain berpastoral digital dan mendengarkan, mereka juga harus mem-fasilitasi apa yang dibutuhkan orang muda.
“Misalnya jika mereka membutuhkan studio, kita adakan,” katanya. Fasilitas menjadi bentuk dukungan para imam agar orang muda meraih mimpi mereka. Memfasilitasi, termasuk juga kemampuan dan lapangan pekerjaan bagi kaum muda Kristiani.
**Kristiana Rinawati