Tahukah kalian bahwa sapaan Monsinyur, Bapak Uskup, Bapak Uskup Agung, dan Bapak Kardinal punya makna yang sangat menarik, lho! Mari kita simak satu persatu.

Pertama, monsinyur. Biasanya kan ya, kita menyapa Bapak Uskup kita masing-masing dengan sebutan Monsinyur? Ternyata, monsinyur ini gelar kehormatan, guys. Dan gelar ini tidak menunjukkan suatu jenjang tahbisan. Maksudnya, tidak hanya uskup dan kardinal saja yang bisa disapa monsinyur, tapi ada juga romo atau imam Katolik yang disapa monsinyur.
Nah, gelar monsinyur yang diterima oleh imam diberikan oleh Paus. Dulunya gelar ini diberikan kepada kaum tertahbis yang bekerja dalam istana kepausan. Namun, gelar ini juga bisa diberikan kepada imam yang bekerja di luar istana kepausan, artinya para imam yang berkarya di luar Roma.

Jadi, uskup boleh mengajukan imam yang dinilainya layak mendapatkan gelar ini kepada paus. Tapi, sejak Paus Fransiskus menjadi paus, dia menangguhkan pemberian gelar ini, kecuali untuk imam anggota pelayanan diplomatik Takhta Suci dan berusia di bawah 65 tahun.

Kedua, Uskup. Seorang Katolik hanya dapat disebut uskup, jika dia sudah menerima tahbisan uskup. Nah, dalam Gereja kita, berdasarkan teritorial pelayanannya, ada beberapa sebutan uskup. Misalnya, uskup sufragan, yaitu uskup yang memimpin wilayah keuskupannya, yang bukan keuskupan agung. Lalu ada uskup metropolitan. Di Indonesia, kita kenal juga dengan sebutan uskup agung, tugasnya memimpin keuskupannya dan juga bertanggung jawab atas provinsi gerejawi dalam keuskupan agung itu. Biasanya, dalam satu provinsi gerejawi terdiri dari beberapa keuskupan sufragan.

Misalnya, Keuskupan Tanjung Karang dan Keuskupan Pangkal Pinang adalah keuskupan sufragan dari keuskupan metropolitan Keuskupan Agung Palembang. Nah, baik uskup sufragan maupun uskup metropolitan adalah uskup diosesan, karena mereka punya keuskupan.
Selain itu, ada juga uskup-uskup yang tidak punya keuskupan atau tidak terikat dalam satu wilayah pelayanan. Misalnya uskup tituler atau uskup pembantu, yang membantu uskup diosesan. Ada juga uskup Tituler yang bertugas sebagai duta besar.

Lalu ada uskup koajutor yang tugasnya juga sama, yaitu membantu uskup diosesan, tapi uskup koajutor ini punya hak istimewa, yaitu dia otomatis menggantikan uskup diosesan, jika takhta suatu keuskupan yang ia layani kosong. Misalnya, uskupnya meninggal atau pensiun. Nah, uskup yang sudah pensiun biasanya disebut uskup emeritus, yang juga tidak lagi bertanggung jawab atas keuskupan yang dulu pernah ia pimpin.
Tentang sapaan, kita bisa menyapa uskup dengan sebutan bapak uskup atau monsinyur. Monsinyur berasal dari kata Latin monsignore artinya tuan.

Next, kardinal. Kardinal adalah seorang uskup. Sama seperti paus, yang juga uskup. Hanya yang membedakannya adalah hak istimewanya. Kardinal dipilih paus dan dilantik oleh paus. Kardinal punya hak suara untuk memilih paus baru, juga dipilih menjadi paus kalau suaru hari, tahta kepausan kosong atau bahasa kerennya sede vacante. Bisa karena pausnya meninggal atau mengundurkan diri.
Nah, kardinal juga penasehat paus dan disebut pangeran Gereja.

Terakhir, kita lihat pakaian dan atribut yang dikenakan oleh mereka. Jelas beda, ya. Imam yang diberi gelar monsinyur diberi pakaian khusus kayak uskup, tapi tetap ada bedanya. Misalnya, dia tidak mengenakan salib di dada dan tidak punya tongkat gembala.


Kalau yang ini pakaian seorang uskup dan yang ini uskup agung. Bedanya, uskup agung mengenakan palium. Nah, kalau yang ini pakaian kardinal. Jubahnya berwarna merah scarlet dan mereka juga mengenakan topi khusus yang disebut biretta.

Bangga menjadi Katolik. Terima kasih sudah membaca, Tuhan memberkati! **
Kristiana Rinawati