Fasilitator KBG, Motor Gereja Hidup

Foto : Komsos Paroki St. Yohanes Penginjil Bengkulu

Dalam semangat membangun Gereja yang semakin aktif dan partisipatif, Keuskupan Agung Palembang mengadakan Training of Trainer (ToT) bagi para Fasilitator dan Animator Kelompok Basis Gerejawi (KBG) untuk Dekanat Bengkulu. Kegiatan ini berlangsung pada Sabtu-Minggu, 21–22 Juni 2025, bertempat di Gedung Serba Guna St. Aloysius, Paroki St. Yohanes Penginjil Bengkulu.

Sebanyak 124 peserta yang merupakan perwakilan Paroki, Unit Pastoral, Pos Pelayanan, dan Stasi Penyangga di Dekanat Bengkulu, mengikuti pelatihan intensif ini. Pelatihan dipandu langsung oleh Romo Agustinus Giman, Ketua Komisi Kateketik, Liturgi dan Kitab Suci, bersama  Ig. Gatot Sutarno dari Tim Komisi KBG Keuskupan Agung Palembang.

Pembinaan untuk Membangun Gereja yang Hidup

Kegiatan ini menjadi ruang pembinaan sekaligus penguatan misi bagi para fasilitator dan animator KBG. Peserta dibekali pemahaman mendalam tentang spiritualitas, dinamika kelompok, serta peran penting KBG dalam memperkuat kehidupan menggereja di tengah umat.

RD. Agustinus Giman (Ketua Komisi Kateketik, Liturgi dan Kitab Suci Keuskupan Agung Palembang) Foto : Komsos Paroki St. Yohanes Penginjil Bengkulu

Pelatihan terdiri dari empat sesi utama. Sesi pertama dimulai dengan pengenalan mendasar mengenai apa itu KBG. Romo Agustinus Giman menekankan bahwa KBG bukanlah upaya memecah lingkungan, melainkan sebuah cara hidup baru untuk semakin dekat dengan realitas umat. Melalui komunitas-komunitas kecil ini, umat diharapkan saling meneguhkan iman dan tetap terhubung dengan lingkungan maupun stasi.

“Sebenarnya KBG ini bukan gerakan baru. Di Indonesia sudah ada sejak tahun 2000-an, namun baru dicanangkan di Keuskupan Agung Palembang pada tahun 2025. Harapannya, KBG menjadi cara hidup menggereja sepanjang hidup umat kristiani,” ujar Romo Giman.

Menjadi Fasilitator dan Animator yang Setia dalam Proses

Pada sesi kedua, peserta diajak memahami lebih dalam peran fasilitator dan animator. Romo Giman mengingatkan bahwa menjadi fasilitator bukan sekadar menjalankan tugas teknis, tetapi sungguh sebuah panggilan untuk menimba spiritualitas dari Kristus. Seorang fasilitator dipanggil menjadi pendengar yang baik, pemberdaya, dan pendamping yang tidak mendominasi, agar umat dapat tumbuh bersama dalam semangat persekutuan.

Foto : Komsos Paroki St. Yohanes Penginjil Bengkulu

Dua sesi berikutnya bersifat praktis dan aplikatif. Pada sesi ketiga, peserta diajak mengenal dan mempraktikkan Lectio Divina—metode membaca, merenungkan, dan berbagi Sabda Tuhan secara mendalam, yang menjadi akar hidup KBG. Sedangkan sesi keempat berupa latihan kunjungan pastoral, menegaskan kembali pentingnya menghadirkan kasih secara nyata melalui kunjungan kepada keluarga, orang sakit, atau umat yang lama tidak aktif.

KBG: Bagian dari Lingkungan, Bukan Lembaga Tersendiri

Menurut Romo Giman, keberhasilan KBG tidak diukur dari kesempurnaan hasil, melainkan dari kesetiaan pada proses. Ia mengingatkan agar para fasilitator tidak berkecil hati apabila perubahan belum terlihat signifikan.

“Yang dikehendaki Gereja adalah Gereja yang aktif dan partisipatif, di mana setiap orang menyadari talenta masing-masing untuk menghidupkan komunitas. KBG adalah bagian dari lingkungan, bukan menjadi komunitas atau lembaga tersendiri,” tegasnya.

Foto : Komsos Paroki St. Yohanes Penginjil Bengkulu

Dengan hadirnya KBG, diharapkan umat memiliki ruang lebih dekat dan akrab untuk berbicara, berbagi cerita, serta saling mendukung dalam hidup beriman. Mgr. Harun Yuwono sendiri menaruh harapan besar agar KBG sungguh menjadi cara hidup baru yang mengakar dalam keseharian umat di Keuskupan Agung Palembang.

“Semoga para fasilitator dan animator dapat membawa semangat ini ke lingkungan masing-masing, menggerakkan umat, dan tetap setia mendampingi proses yang ada,” pungkas Romo Giman.

**Komsos Paroki St. Yohanes Penginjil Bengkulu

Leave a Reply

Your email address will not be published.