Renungan Harian Senin, 1 September 2025

Setia Pada Perutusan

Saudara-saudari yang terkasih, setiap orang tentu tidak senang bila mengalami penolakan. Penolakan selalu meninggalkan luka, terlebih bila datang dari orang-orang terdekat seperti keluarga, sahabat, atau komunitas. Para psikolog bahkan mengatakan bahwa penolakan dapat menimbulkan luka batin yang mendalam, memengaruhi kepribadian, dan mengganggu perjalanan hidup seseorang. Bayangkan betapa menyakitkannya bila seorang bayi yang baru lahir saja tidak diterima oleh orang tuanya. Begitu pula dalam kehidupan orang dewasa, penolakan sering menimbulkan rasa kecewa, sedih, bahkan kehilangan arah.

Injil hari ini menampilkan Yesus yang juga mengalami penolakan. Setelah memulai karya-Nya, Ia kembali ke Nazaret, kampung halaman tempat Ia dibesarkan. Pada hari Sabat, Yesus masuk ke sinagoga dan membacakan Kitab Nabi Yesaya: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku…” (Luk 4:18). Setelah membacanya, Yesus berkata bahwa nubuat itu kini digenapi dalam diri-Nya. Dengan kata lain, Ia menyatakan diri sebagai Mesias, utusan Allah yang datang untuk membawa kabar gembira bagi orang miskin, pembebasan bagi yang tertawan, penglihatan bagi yang buta, dan kemerdekaan bagi yang tertindas. Yesus datang bukan untuk diri-Nya sendiri, melainkan untuk mereka yang menderita dan membutuhkan kasih Allah.

Namun tanggapan orang-orang Nazaret sangat mengejutkan. Awalnya mereka kagum, tetapi kemudian berubah menjadi ragu, bahkan menolak. Mereka tidak mampu menerima bahwa “anak tukang kayu” yang mereka kenal sejak kecil adalah utusan Allah. Prasangka, iri hati, dan cara pandang manusiawi membuat mereka menutup diri terhadap karya Allah. Akibatnya, mereka gagal melihat rahmat keselamatan yang hadir di tengah mereka.

Saudara-saudari, sikap orang Nazaret ini menjadi cermin bagi kita. Jangan-jangan kita pun sering menolak karya Allah hanya karena terhalang oleh prasangka, keterikatan pada pandangan lama, atau karena kita menilai orang lain hanya dari latar belakangnya. Injil hari ini mengingatkan kita bahwa Allah bisa berkarya melalui siapa saja dan dalam situasi apa saja.

Masing-masing dari kita memiliki perutusan. Allah mengutus kita untuk menghadirkan kasih-Nya di tengah keluarga, komunitas, dan masyarakat. Pertanyaannya: Apakah kita berani membuka hati untuk menerima karya Allah, baik dalam diri kita maupun dalam diri sesama? Atau justru kita menutup diri karena terjebak dalam pandangan kita sendiri?

Marilah kita belajar dari Yesus yang setia pada perutusan, meskipun ditolak. Semoga kita tidak menyerah oleh penolakan, melainkan tetap melangkah dalam kasih, demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan sesama. Semoga Tuhan memberkati kita semua.

**Fr. Antonius Bintang Christian

Tingkat I Keuskupan Agung Palembang

Leave a Reply

Your email address will not be published.