Obituari: Guido Convents

Guido Convents (1956–2025), suami dari Magda Jans, seorang sejarawan film terkemuka, antropolog, dan pejuang tanpa lelah bagi pelestarian memori sinema, lahir pada 10 Mei 1956 di Lummen, Belgia, dan meninggal di Leuven Campus Gasthuisberg pada 10 September 2025. Ia mendedikasikan hidupnya untuk menggali sejarah tersembunyi film-khususnya yang lahir jauh dari pusat-pusat produksi dominan-dan memastikan bahwa gulungan film rapuh, arsip terabaikan, serta suara-suara yang terpinggirkan tidak hilang ditelan waktu.

Selama puluhan tahun penelitian, penulisan, dan kerja kuratorialnya, Convents memetakan dunia sosial dan kultural yang dipantulkan sekaligus dibentuk oleh sinema. Ia secara khusus berkomitmen untuk mendokumentasikan tradisi film awal dan independen, mengangkat kontribusi para pembuat film, pengelola bioskop, serta komunitas yang kerap diabaikan. Karyanya memadukan ketelitian akademis dengan kerendahan hati: ia mendengarkan terlebih dahulu, kemudian menulis dengan kejernihan dan presisi, selalu memperhatikan realitas hidup di balik gambar-gambar itu.

Guido Convents, paling kiri, bersama Dewan Juri SIGNIS di Festival Film Internasional Venesia 2018

Dalam keterlibatannya yang panjang bersama SIGNIS (Asosiasi Katolik Sedunia untuk Komunikasi), Guido turut merajut jaringan global para kritikus film. Ia menghidupkan suara sinema melalui majalah SIGNIS Media dan CINEMAG, memperjuangkan kisah-kisah independen yang berlandaskan nilai, terutama dari Afrika dan negara-negara Selatan Global. Rekan-rekannya di SIGNIS mengenang kepemimpinannya, selera humornya, serta keyakinannya bahwa sinema dan media komunitas dapat menumbuhkan dialog, martabat, dan harapan.

Di luar tulisan, ia dikenal sebagai mentor dan rekan kerja yang murah hati. Kolega-koleganya mengenang catatan rinciannya, bimbingan sabarnya di ruang baca maupun ruang proyeksi, serta sukacita diamnya setiap kali sebuah film lama yang terlupakan kembali menyala di layar. Festival, cinémathèque, universitas, dan kelompok masyarakat merasakan manfaat dari nasihatnya serta kemampuannya menjembatani para akademisi, kurator program, dan penonton. Seperti dikatakan oleh Presiden SIGNIS Cinema Desk, Adriana Răcășan, Guido adalah “seorang yang sangat mencintai sinema dan SIGNIS, sekaligus pendukung sejati generasi muda profesional.”

Guido Convents bersama sutradara film Ken Loach (tengah) di Festival Film Internasional Karlovy Vary, Republik Ceko

Demikian pula, Carlos Ferraro, Presiden SIGNIS Amerika Latin dan Karibia, menulis, “Saya berkesempatan bertemu dengannya pada tahun 2003 di Argentina, dalam Festival Film Internasional Mar del Plata. Saat itu saya menjadi anggota dewan juri bersama Guido dan Bruno Stagnaro, yang kini dikenal sebagai sutradara Eternauta. Saya berbincang dengannya di Brussel pada 2005 dan kembali pada 2018 mengenai pembentukan jaringan global antar sekolah dan fakultas film. Sebagai peneliti tak kenal lelah dan kritikus film filosofis, ia merupakan aset intelektual penting bagi SIGNIS.”

Bagi Frank Frost, mantan wakil presiden SIGNIS, “antusiasme Guido terhadap film dan kedalaman kemanusiaannya tidak terbatas, demikian pula kemurahan hati—dan ingatannya. Tampaknya sejarah OCIC/SIGNIS yang ia tulis akan tetap belum selesai, tetapi ia telah menjadi sejarawan yang tak ternilai bagi OCIC dan SIGNIS. Saya kehilangan seorang sahabat luar biasa, dan SIGNIS serta kita semua kehilangan sumber berharga dalam menjalankan misi kita.”

Pamela Aleman, presiden SIGNIS Amerika Utara, menyampaikan bahwa “keluarga SIGNIS kehilangan seorang tokoh luar biasa, yang kecintaannya pada sinema dan pengetahuannya yang mendalam tentang sejarah organisasi kita telah menyentuh dan menginspirasi banyak orang. Kehadirannya akan sangat dirindukan. Atas nama SIGNIS Amerika Utara, kami menyampaikan belasungkawa yang tulus kepada keluarganya dan mendoakan mereka di masa sulit ini. Warisan Guido akan terus hidup melalui karya dan misi SIGNIS.”

Sebagai Direktur Afrika Film Festival di Leuven, Guido meyakini bahwa sejarah film bukanlah sekadar museum artefak, melainkan percakapan yang hidup—dan milik semua orang. Warisannya tetap hidup melalui buku dan esai yang ia tinggalkan, arsip-arsip yang berhasil ia selamatkan, serta para murid dan sahabat yang ia dorong untuk melihat kembali, mengajukan pertanyaan lebih baik, dan merawat gambar sebagai wujud memori kolektif.

Menurut Presiden SIGNIS Eropa, Douglas Fahleson, “pengetahuan Guido tentang sinema dan sejarah SIGNIS, serta luasnya jaringan yang ia miliki, tiada tanding. Selain itu, keterlibatannya dalam Festival Film Afrika sungguh melelahkan, tetapi ia melakukannya tahun demi tahun. Kehilangan yang sangat besar. Ia adalah pribadi istimewa yang tetap aktif mengerjakan banyak proyek hingga baru-baru ini, dan benar-benar memancarkan joie de vivre dalam hidupnya.”

Guido juga akan dikenang karena rasa ingin tahunya dan pengabdian tanpa goyah kepada orang-orang serta tempat-tempat yang membuat sinema menjadi berarti. Semoga ia beristirahat dalam damai, dan karyanya terus menerangi layar dan hati selama bertahun-tahun yang akan datang.

Ibadat pemakamannya akan dilaksanakan dalam kehadiran keluarga dan sahabat terdekat, kemudian dilanjutkan dengan pemakaman di Taman Makam Diestseveld, Leuven.

**Oleh: Redaksi Web SIGNIS

12 September 2025

Foto: SIGNIS

Diterjemahkan dan disadur kembali oleh Fr. Bednadetus Aprilyanto

Leave a Reply

Your email address will not be published.