Lidah akan terkendali, jika hati kita dikuasai kebenaran.
Setiap tahun pada bulan November, rakyat dari seluruh pelosok Kamboja membanjiri ibukota Phnom Penh untuk menghadiri Festival Air. Pada 2010, festival akbar ini berubah menjadi petaka: 450 orang tewas di Jembatan Berlian, pusat berlangsungnya festival.
Para pengunjung panik karena tersebar kabar angin bahwa jembatan itu tidak stabil. Alhasil, banyak korban tewas terinjak sesamanya dan terjun ke Sungai Tonle Sap. Korban tewas karena tak dapat bernafas, ketika berhimpitan serta luka dalam. Dua pertiga jumlah korban tewas adalah perempuan.
Di lokasi kejadian tampak sendal jepit dan kaca mata hitam yang rusak berserakan di antara mayat-mayat. Di lokasi ini, orang-orang berlarian tak tentu arah menyelamatkan diri. Mereka saling bertabrakan lalu terjatuh dan saling menimpa. Suatu tragedi yang mengerikan akibat kabar angin.
Banyak juga orang menjatuhkan diri ke sungai untuk menyelamatkan diri. Seorang saksi mata menceritakan, “Menyeramkan, banyak orang yang tewas. Belum pernah sebelumnya terjadi hal mengerikan semacam ini.”

Bahaya Hoaks
Sering orang merasa bahwa hal kecil yang dilakukannya merupakan hal yang sepele. Mereka merasa bahwa hal itu merupakan suatu bentuk joke yang menyenangkan diri dan orang lain. Akibat besar yang akan terjadi tidak dipikirkan. Ibarat menghidupkan satu batang korek api dalam sekejap hutan belantara bisa ludes.
Kisah di atas memberi kita inspirasi untuk hati-hati dalam menyebarkan kabar angin. Mereka percaya begitu saja, sehingga mereka pun mulai berlarian kian kemari untuk menyelamatkan diri. Kabar angin itu membuat ribuan orang panik. Mereka tidak sadar bahwa ada orang-orang di sekitar mereka. Akibatnya terjadi korban jiwa yang banyak itu.
Kita hidup bersama sebagai suatu komunitas masyarakat. Sering dalam komunitas itu ada orang yang ingin mengail di air keruh. Artinya, orang ingin mendapatkan keuntungan dari kesalahan orang lain. Mereka tidak peduli orang lain akan mengalami celaka karena perbuatan mereka. Yang penting mereka senang dan beruntung.
Tentu saja orang beriman mesti mampu mengontrol diri dalam menyebarkan kabar angin. Orang beriman senantiasa melakukan check and recheck, apakah kabar yang disebarkan itu sungguh-sungguh benar atau keliru. Mengapa mesti terjadi begitu? Karena kita tidak ingin menyelamatkan diri sendiri. Kita ingin anggota-anggota komunitas kita juga hidup dalam damai dan tenteram. Selalu semangat. Salam sehat. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales SCJ