Misa Requiem Romo Bono: Kematian Awal Kehidupan Bersama Allah

“Kematian awal kehidupan bersama dengan Allah, dalam mimpi yang diinginkan sendiri oleh Allah, hidup bersama-Nya dalam kekekalan abadi.”

Para pelayat memberikan penghormatan terakhir kepada Romo Bono SCJ | Foto: Komsos KAPal

Sabtu pagi, (24/8), Lobby Gedung Aloysius Kampus Bangau Universitas Katolik (Unika) Musi Charitas Palembang dipenuhi puluhan imam, biarawan-biarawati, dan umat Keuskupan Agung Palembang. Hari itu, dirayakan Ekaristi Requiem bagi jiwa Romo Philipus Adhitya Subono SCJ. Romo Bono, demikian ia akrab disapa, pernah menjabat Pembantu Ketua (Puket) III Sekolah Tinggi Teknik Musi, yang menjadi cikal bakal Unika Musi Charitas. Dia juga pernah menjadi dosen dan minister Campus Ministry Musi. Ia juga yang merancang logo, serta menciptakan hymne dan mars Unika Musi Charitas.

Uskup Agung Palembang, Mgr. Yohanes Harun Yuwono menjadi selebran utama dalam Ekaristi ini, didampingi Provinsial SCJ Indonesia, Romo Andreas Suparman SCJ dan rekan seangkatannya Romo Antonius Sumardi SCJ.

Mgr. Harun mengawali homilinya dengan sebuah kisah, di mana Mgr. Aloysius menujukkan sebuah video tentang keadaan para imam yang berada di rumah jompo. Menanggapi video itu, Uskup Harun berkata, “memang tidak ada orang yang bisa melawan usia, melawan kerapuhan dan kefanaan. Saya kira, Romo Bono tidak pernah melawan usia, kerapuhan, dan kefanaan.”

Mgr. Harun memimpin Ekaristi Requiem bagi jiwa Romo Philipus Adhitya Subono SCJ | Foto: Komsos KAPal

Ia ingat akan kisahnya bersama Romo Bono disuatu Ekaristi. Saat Mgr. Harun memberikan homili, Romo Bono corat-coret di secarik kertas folio. “Keluar satu lagu selama Ekaristi. Itu mengungkapkan kedalaman imannya akan Ekaristi. Saya rasa tepat bacaan pertama yang dipilih, ‘bukan aku lagi yang hidup melainkan Kristus yang hidup’.”

Manusia, kata uskup agung, adalah makhluk istimewa.

“Tuhan mengasihi kita bahkan sebelum kita dilahirkan. Sangat jelas dalam Kitab Kejadian, Tuhan menciptakan apapun hanya dengan bim salabim, jadi. Ketika Dia menciptakan manusia, Dia menciptakan pola, berunding dulu, mengambil tanah liat, mencetaknya, lalu menghembuskan dengan nafas-Nya sendiri,” katanya.

Nafas yang dihembuskan Allah menandai bahwa “sejak awal, Allah ingin bersama kita. Hidup dan tak pernah terpisah dengan kita. Juga Putera-Nya, rela memberikan Tubuh dan Darah-Nya kepada kita. Tinggal bersama kita dengan kasih-Nya yang tanpa batas dan tanpa pamrih.”

Mgr. Harun meminta umat yang hadir untuk meneladani Romo Bono, yang kendati sudah sepuh, masih aktif menghidupi imannya. “Mari kita berpasrah diri, bukan secara pasif, seperti Romo Bono dalam kelemahan fisik, tetap kreatif.”

Teladan yang melahirkan harapan ini karena Tuhan Yesus yang mengatakan di rumah Bapa-Nya banyak tempat. “Bagaimana sampai ke sana? Akulah jalan, kebenaran, dan hidup. Melalui Yesus kita akan sampai kepada tujuan. Dia adalah kebenaran, kita tidak salah dan tidak akan kesasar melalui jalan itu. Kita akan sampai pada tujuan, kita akan hidup karena Kristus adalah kehidupan.”

“Tubuh (fana) memang akan dikuburkan, tapi tubuh rohani yang akan dibangkitkan akan hidup seperti Kristus, yang hadir setiap saat, kapan saja bersama umat-Nya. Kehidupan yang dicontohkan melalui kebangkitan-Nya. Kematian bukan akhir segala-galanya. Kematian awal kehidupan bersama dengan Allah, dalam mimpi yang diinginkan sendiri oleh Allah, hidup bersama-Nya dalam kekekalan abadi.”

Dalam Ekaristi Requiem ini, diadakan pemberkatan jenazah Romo Bono. Setelahnya, dilanjutkan dengan pemakaman di Kompleks Pemakaman Taman Getsemani, Charitas Palembang.

**Kristiana Rinawati

Baca juga: Bacaan Liturgi Sabtu, 24 Agustus 2024

One thought on “Misa Requiem Romo Bono: Kematian Awal Kehidupan Bersama Allah

Leave a Reply

Your email address will not be published.