Setahun lalu, Komunitas Sehat Bahagia terbentuk. Banyak kegiatan komunitas yang sudah mereka lakukan. Hingga Minggu, (27/10) bertempat di Kapel Emmanuel, Kilometer 7 Kota Palembang, pengurus komunitas ini dilantik dalam Perayaan Ekaristi.
Bacaan Injil Minggu Biasa ke-30 berkisah soal Bartimeus, seorang buta yang disembuhkan oleh Tuhan Yesus. Selebran utama dalam Ekaristi sore itu, Mgr. Aloysius Sudarso SCJ memberikan wejangan soal kisah Injil dan Komunitas Sehat Bahagia.
“Saya buta, tapi sekarang saya melihat. Itu yang diungkapkan Bartimeus. Sebetulnya kata-kata ini menarik. Kalau kita buka dalam suatu lagu dalam Puji Syukur atau Madah Bakti, Amazing Grace. Melukiskan seorang yang buta, tapi dapat melihat seperti Bartimeus,” kata uskup emeritus Keuskupan Agung Palembang mengawali homilinya.
Di hadapan lebih dari 50 umat yang hadir, uskup emeritus membandingkan kualitas iman Bartimeus dengan orang-orang sekitarnya, bahkan murid Yesus.
“Yang menarik adalah bagi Yesus, pengemis buta (Bartimeus) ini berteriak-teriak, ‘Putra Daud, kasihanilah kami, buatlah saya melihat’, tapi (dia) dihalang-halangi oleh orang-orang pada waktu itu bahkan oleh murid-murid-Nya. Injil Markus melukiskan Yesus yang telah menyembuhkan orang sakit, menghidupkan orang mati, (namun) mereka (murid-murid-Nya) belum sungguh percaya. Tapi Bartimeus ini yang hanya mendengar tentang Yesus, dia berteriak ‘Putra Daud, kasihanilah kami’,” tuturnya.
Sapaan Putra Daud punya arti mendalam. Mesias, kata Bapak Uskup, lahir dari garis keturunan Raja Daud. Artinya, Bartimeus mengakui ke-mesias-an Tuhan Yesus. Mgr. Sudarso juga menggunakan satu ilustrasi cerita lagi.
“Pada perang dunia kedua ada seorang ibu yang akan melahirkan anak. Di rumah sakit itu ada salib. Tapi bapak dari calon anak itu adalah seorang atheis. Maka dia mengatakan, ‘Pindahkan salib itu. Saya tidak mau anak saya yang akan lahir melihat Kristus!’ Memang diturunkan. Sesudah ibu itu melahirkan, suster mengatakan ‘Anak sudah lahir. Anak yang lahir sesuai permintaan bapak.’ Bapak itu penasaran apa yang dimaksud dokter itu? ‘Anakmu lahir buta’,” kisahnya.
Orang buta, kata Mgr. Sudarso, tidak melulu orang yang fisiknya tidak melihat. Orang yang tidak mampu melihat penderitaan sesamanya juga orang buta.
“Bencana terbesar dari kebutaan bukan buta dari lahir, tapi buta tidak melihat orang yang menderita. Kita mudah menjadi seperti itu. Saat ini, situasi dunia banyak penderitaan. Banyak masalah kemanusiaan yang terjadi. Juga di tanah air kita. Kelaparan dan sebagainya. Apalagi dunia menjadi semakin panas. Juga masalah kekurangan gizi pada anak-anak kita.”
Uskup berharap Komunitas Sehat Bahagia bisa melihat orang-orang yang sedang menderita di sekitar mereka.
“Bagaimana kita bisa membantu mereka? Oleh karena itu, semoga Komunitas Sehat Bahagia juga belajar, bahwa kita dalam kebersamaan bisa membuka mata kita terhadap situasi sesungguhnya, yang dialami oleh saudara-saudari yang kurang beruntung, yang membutuhkan perhatian kita bersama.”
**Kristiana Rinawati