“Mereka ini orang ‘gila’, tapi baru mulai ‘gila’. Yang di sana sudah ‘gila akut’, apalagi saya,” kata Mgr. Avien.
Orang yang baru mulai ‘gila’ yang Uskup Tanjungkarang maksud adalah kesebelas pemuda yang mengikrarkan kaul pertama. Sedangkan yang telah ‘gila’ adalah para biarawan imam yang hadir. ‘Gila’ yang dimaksud uskup asal Sindang ini adalah mereka yang dengan berani menanggapi panggilan Allah sebagai seorang biarawan.
Pagi itu, Sabtu (20/7) sebelas pemuda mengikrarkan kaul pertama dalam Kongregasi Imam-imam Hati Kudus Yesus (SCJ) di Kapel Postulat-Novisiat St. Yohanes, Gisting, Lampung. Kaul pertama ini diterima oleh Romo Agustinus Riyanto SCJ, mewakili Provinsial SCJ Indonesia. Adapun kesebelas pemuda ini adalah Fransiskus Xarerius Fallo, Adityo Krisoforus Natalis Kristiadi, Thomas Rudi Lesmana, Stevanus Reza Pranata, Andreas Pebrianto, Bryan Jovi Nistell Roy Hutagalung, Laurentius Rio Hardianto, Gregorius Subang Putra Jaya, Jubilate Sinaga, Agustinus Renaldi Anggara, dan Marselinus Ananda Wenpi.
Persembahan menjadi kata kunci dari homili Mgr. Vinsensius Setiawan Triatmojo. “Waktu liturgi persembahan apa yang dipersembahkan oleh umat?” tanyanya.
Umat sejatinya mempersembahkan hidup kepada Allah. Sedangkan imam, mempersembahkan roti dan anggur yang akan diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus.
“Persembahan hidup yang seperti apa yang berkenan kepada Tuhan? Dalam Kitab Suci dikatakan hati yang hancur, hati yang remuk redam, hati yang berserah, siap menampung Allah yang hadir dalam diri kita,” kata Mgr.Avien.
Persembahan hati umat yang demikian lantas digabungkan dengan kurban Kristus. “Dalam kemanusiaan kita yang rapuh, sebenarnya tidak ada yang layak kita persembahkan kepada Tuhan.” Namun demikian, uskup mengatakan bahwa yang berkenan kepada Allah adalah hati yang berserah.
Kepada kesebelas pemuda, Uskup Avien mengingatkan tuntutan seorang imam, yaitu hidup seperti-Nya. “Harus seperti Kristus, menghadirkan Sakramen. Lewat tangan kita yang rapuh ini, ada tuntutan sarana keselamatan yang kita sampaikan kepada umat. Karena dengan menjadi imam, kita akan disebut ‘Kristus yang lain’ atau alter Christi. Ketika merayakan Sakramen, kita bertindak dalam persona Kristus atau in persona Christi.
**Kristiana Rinawati